Wirausahawan sukses ialah seseorang yang mampu melihat peluang usaha.
Peluang ini bisa muncul di mana saja bahkan dari tempat bekas
lokalisasi sekalipun. Salah satunya daerah eks lokalisasi Dolly, Surabaya, Jawa Timur. Kehidupan
di bekas lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara ini memang telah berubah
drastis usai ditutup pemerintah kota Surabaya. Masyarakat di lingkungan
sekitar mulai kehilangan pendapatan.
Kejadian ini, dengan jeli dimanfaatkan oleh CEO Melukis Harapan, Dalu
Nuzlul Kiram, sebagai kesempatan usaha. Dalu berkeinginan menggarap
Dolly sebagai bisnis wisata sejarah.
Dalu atau dikenal 'Dalu
Dolly' merupakan pengusaha muda di bidang informasi dan teknologi (IT).
Keprihatinannya dengan kehidupan Dolly usai ditutup menjadi pemicu ide
awalnya untuk melakukan usaha berkonsep wirausaha sosial. Dalu
bercita-cita mengembalikan fungsi Dolly sebagai tempat wisata, namun
bukan lokasi 'esek-esek' seperti sebelumnya. Dalam mewujudkan usahanya
dia juga akan memberdayakan masyarakat setempat. Selain sebagai pemandu
wisata, warga juga dapat membuka tempat makan bagi pengunjung Dolly.
"Tujuannya
ingin membuat Dolly menjadi tepat wisata lagi. Dulu kan dikenal tempat
"wisata" (esek-esek), tapi kita tentu beda bukan wisata itu lagi," kata
Dalu di Jakarta, kemarin. Pria
berusia 26 tahun ini menuturkan, wisata Dolly nantinya akan berupa
wisata sejarah. Konsumen bisa melakukan kilas balik dengan wilayah yang
telah menjadi area lokalisasi sejak 1967 ini. "Nanti masyarakat bisa keliling-keliling Dolly. Ini kan sejarahnya panjang, ya intinya wisata sejarah," terangya.
Dalu
menceritakan sedikit mengenai latar belakang lokalisasi Dolly. Dolly
awalnya merupakan kompleks pemakaman Tionghoa. Pada 1960, kawasan itu
kemudian dibongkar dan dijadikan permukiman. Awal mula Dolly
menjadi tempat 'esek-esek' ialah, pada 1967, seorang mantan pekerja seks
komersial (PSK) bernama Dolly Khavit yang menikah dengan pelaut Belanda
membuka sebuah wisma di kawasan itu.
Seiring berjalannya waktu,
kawasan Dolly sebagai tempat lokalisasi menjadi berkembang. Lokalisasi
pelacuran ini bahkan disebut-sebut sebagai yang terbesar se-Asia
Tenggara. Betapa tidak, sedikitnya 9.000 lebih pelacur numplek
jadi satu di kawasan tersebut. Pria hidung belang kalangan atas hingga
bawah tak sulit ditemukan di kawasan Dolly. Tidak hanya penduduk lokal,
wisatawan asing pun tak jarang datang ke sini sekadar untuk memuaskan
birahi.
Sumber: merdeka.com
Friday, 13 March 2015
Geliat Bisnis Gang Dolly Usai Tak Jadi Lokalisasi
Eko Sutrisno | Friday, 13 March 2015
No comments:
Post a Comment