Hampir setiap wilayah di Nusantara mempunyai minuman tradisional yang
kesohor. Minuman tersebut tidak sedikit yang mengandung alkohol alias
memabukkan. Salah satu minuman tradisional memabukkan dan sangat
fenomenal adalah Ciu. Minuman ini berasal dari sebuah daerah kecil di
Desa Bekonang, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Lalu bagaimana cara
membuat ciu? Bila anda berkunjung ke Desa Bekonang, Mojolaban,
Kabupaten Sukoharjo, pasti ada dua kesan yang dapat ditemui di lokasi
itu. Yang pertama, sejauh mata memandang yang terlihat hanya drum-drum
besar menyerupai gentong di depan rumah warga.
Tak hanya itu
saja, kesan selanjutnya yang terekam dalam benak setiap orang yang
datang ke desa tersebut adalah bau yang mirip aroma minuman anggur.
Hanya saja, aroma yang keluar lebih tajam dan sangat menusuk hidung. Ya,
Desa Bekonang selama ini memang terkenal sebagai sentra industri etanol
di Sukoharjo. Bahkan di Jawa Tengah. Di tengah aktivitas puluhan
perajin yang setiap harinya memproduksi cairan medis ini, ada pekerjaan
sambilan lain yang dilakukan warga setempat. Warga kerap menyuling
sisa-sisa cairan etanol yang dicampur dengan tetesan tebu. Proses
penyulingan ini dilakukan berulang kali, dicampur beberapa bahan lainnya
sebelum diendapkan selama tujuh hari. Hasil penyulingan sisa etanol
inilah yang biasanya gemar diminum banyak orang sampai mabuk.
Ciu
Bekonang, begitu orang mengenalnya memang diracik melalui tahapan
tersebut. Kadar alkohol yang terkandung di dalam ciu tentu berbeda
dengan miras lainnya. Komposisinya, bila kadar alkohol di dalam cairan
etanol murni mencapai alkohol 90 persen, bio-etanol sekitar 99,5 persen
tapi kadar alkohol pada ciu sekitar 35 persen. Konon untuk menambah rasa
ciu orang mencampurnya dengan cindil atau anak tikus yang masih merah
dan belum membuka mata. Cindil ini kemudian ikut direndam bersama cairan
etanol tersebut. Yang menarik, perajin etanol ini sebenarnya
diatur dalam Perda setempat. Namun yang diatur adalah etanol atau
alkohol, sedangkan produk ciu masih dianggap ilegal. Meski demikian
karena peminatnya sangat banyak, perajin etanol di Bekonang nyuri-nyuri
dan tetap memproduksi ciu.
Menurut sejarahnya, ciu sudah ada
sejak abad 17 dan pada masa kolonial Belanda minuman ini sudah dikenal
sebagai miras tradisional. Sejak 1966 pun, jumlah pengrajin ciu selalu
bertambah sejalan dengan meningkatnya jumlah perajin etanol sampai 200
persen. Kemunculan ciu Bekonang berkaitan dengan berdirinya pabrik gula
Tasikmadu di Karanganyar yang kala itu merupakan aset penting Pura
Mangkunegaran.
Kini banyak warga Bekonang yang nyambi meracik ciu
untuk menyambung hidup. Salah satunya Kardiman. Pria yang menjadi
perajin etanol di Desa Bekonang Dusun Sentul Sukoharjo mengatakan, miras
jenis ciu ini hanya diproduksi di kampungnya.
Hal ini karena
jumlah perajin etanol yang nyambi membuat ciu yang ada saat ini kian
membengkak seiring meningkatnya kebutuhan warga yang mengonsumsi minuman
haram tersebut. "Banyak sekali. Bahkan saya kira ada lebih dari puluhan
orang yang nyambi membuat ciu sebab alasannya macam-macam ada yang
membuat ciu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan ada pula karena
minuman ini banyak peminatnya," kata Kardiman.
Sementara bagi
Mardiyanto perajin etanol lainnya di Dusun Sembung Sukoharjo, meracik
minuman ciu lebih disebabkan faktor menurunnya jumlah permintaan etanol
di sektor industri medis. "Jadi saya pilih membuat ciu saja. Kalau yang
produksi etanol masih tetap jalan tapi tidak sebanyak yang dulu,"
urainya.
Kesohor ke seantero negeri
Meski
diproduksi di desa kecil, namun nama ciu sendiri sudah sangat kesohor
seantero negeri. Bahkan di Jakarta peredaran minuman ilegal ini juga
banyak.
Nugroho, salah warga Jatinegara, Jakarta Selatan ini
mengaku sering membeli ciu untuk dikonsumsi sendiri atau bersama
teman-temannya. Nugroho selama ini membeli ciu dari seorang agen kecil
di sekitar tempat tinggalnya.
"Di dekat rumah kebetulan ada, bisa
deliveri malahan. Kalau butuh tinggal telepon saja. Selain itu pernah
juga beli di Pulogadung sama Rawamangun," ujar Nugroho.
Menurut
pemuda gondrong dan kerempeng ini, ciu dijual dengan botol bekas air
mineral 600 mililiter. Sebotol, Nugroho membeli seharga Rp 20 ribu.
"Lebih
nendang aja dibanding minuman bermerek kayak Vodka, Whisky dan
sejenisnya. Minum secawan juga langsung bikin nyes, dan hidung nyos.
Langsung teler," ujarnya.
Iqbal pun mengaku pernah mendengar jika
dalam proses pembuatannya ciu menggunakan cindil atau anak tikus. Namun
baginya itu bukan masalah, yang penting rasa dan harganya yang
terjangkau.
"Iya katanya dari cindil, tapi kan memang langsung
bikin nyos. Beda sama minuman bermerek. Ya minum asal gak banyak sich
gak papa," ujarnya.
Saturday, 17 May 2014
Ciu, Cemceman Anak Tikus Dari Sukoharjo Yang Melegenda
Eko Sutrisno | Saturday, 17 May 2014
No comments:
Post a Comment