Prof Dr Thomas Djamaluddin, MSc, ahli astronomi dan astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sempat membahas ini di akun Instagram miliknya @t_djamal. detikINET pun sudah meminta izin untuk mengutip postingan tersebut.
Menurutnya, itu adalah matematika sederhana soal kalender yang kemudian dipelintir seolah-olah aneh atau tidak wajar. Tidak benar bahwa Februari tahun ini spesial dibandingkan tahun-tahun lainnya.
"Setiap tahun basithoh (tahun pendek) jumlah hari pada Februari adalah 28. Itu artinya, 28 hari = 4 x 7 hari. Selama sebulan sehari-hari dalam sepekan (Ahad sampai Sabtu) berulang 4 kali," ujarnya.
"Jadi justru Februari seperti pada 2023 sering terjadi. Setiap 4 tahun terjadi 3 kali, yaitu setiap tahun yang angkanya tidak bisa dibagi 4," sambungnya.
Inilah yang terjadi pula pada tahun 2021, 2022, dan 2023. Hal tersebut juga akan terjadi di tahun 2025, 2026, 2027, dan seterusnya. Kesimpulannya, informasi kondisi mirip bulan Februari di 2023 hanya terjadi setiap 823 tahun sekali adalah tidak benar.
Sumber: detik.com
No comments:
Post a Comment