Seorang warga Singapura bernama Govindan dan istrinya, mengenang tahun 2006-2011 sebagai mimpi buruk usai menjalani operasi kanker di pita suaranya. Sepanjang waktu itu, Govindan memiliki lubang sebesar kacang di tenggorokannya. Dia tidak bisa bicara, makan atau pun minum. Makanan dan air akan keluar melalui lubang itu. Suami istri itu tidak pernah bisa tidur nyenyak karena mereka harus mengganti perban di tenggorokan Govindan setiap 3 jam sekali, setiap hari. Govindan pun merasa akan menghabiskan sisa hidupnya seperti itu.
Kasus Govindan ini bermula saat tahun 2003, ia merasa suaranya serak dan setelah diperiksakan terdapat kanker di sisi kiri pita suaranya. Gangguan itu bisa sembuh melalui radioterapi. Namun pada Agustus 2006, kanker tumor bercokol di tenggorokannya dan bulan berikutnya Govindan menjalani operasi untuk mengangkatnya.
Saat masih dirawat di RS TTS (Tan Tock Seng) terjadi infeksi di lehernya. Saat itu istrinya mengeluh karena harus membersihkan nanah yang selalu keluar dari bekas operasi, tapi dokter mengatakan itu efek samping normal. Saat akhirnya luka itu diperiksa secara teliti, infeksi telah menyebar luas. RS TTS memberitahu suami istri tersebut bahwa infeksi terjadi karena proses penyembuhan yang buruk setelah salah satu pembuluh darahnya pecah. Inilah yang menyebabkan lubang di tenggorokan Govindan.
RS TTS mengatakan, beberapa kali pihaknya berusaha menutup lubang tersebut selama 2007, namun tidak berhasil. Namun besar lubang sudah berkurang ukurannya. Akibatnya, Govindan harus diasup makanan dan minuman melalui selang yang dimasukkan ke hidung hingga ke lambungnya. Meski demikian, air ludahnya selalu keluar dari lubang tersebut. Dokter spesialis kemudian merujuk Govindan ke dokter gigi untuk menambal lubang tersebut. Meski demikian, cairan dan makanan tetap bisa menyelinap keluar melalui lubang.
Tahun 2008 dan masih belum sembuh, Govindan memutuskan berhenti bekerja. Ia masih terus melanjutkan pemeriksaan kepada spesialis yang sama sampai September 2010. Govindan terus minta berulang kali agar lubang bisa ditutup. Namun tidak ada upaya dari dokter spesialis untuk memperbaikinya. Dan sejak istrinya mengeluh kepada rumah sakit bahwa infeksi akibat operasi tidak pernah lagi diperiksa, RS TTS membuat kebijakan aneh.
Mereka melarang istri dan anak Govindan untuk turut hadir saat dilakukan pemeriksaan. Mulai saat itulah Govindan selalu merekam setiap pembicaraan dengan dokter spesialis yang menanganinya.
Di hari terakhir dia berkunjung ke RS TTS, anaknya, Vijay, mencari informasi tentang operasi plastik di internet dan menemukan dokter bernama Colin Song yang menjabat kepala RSU Singapura.
Kepada Vijay, dokter Song mengatakan apa yang dialami Govindan bisa disembuhkan. "Saya menangis mendengar berita melegakan itu," kenang Govindan. Dia kemudian menemui dokter Song dan tak lama kemudian menjalani operasi plastik untuk menutup lubang di tenggorokannya pada Januari 2011.
Seminggu setelah menjalani operasi, bengkak dan rasa sakit yang diderita Govindan hilang. Dia juga bisa makan dan minum serta tidur dengan nyenyak.
Karena bukan rujukan dari RS TTS, Govindan membayar sesuai tarif swasta. Total biaya yang sudah dikeluarkannya sekitar SG$9000.
Sumber: dream.co.id
No comments:
Post a Comment