Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menggelar sidang dugaan pelanggaran kode
etik Ketua DPR Setya Novanto. Dalam sidang perdana, MKD menghadirkan
Menteri ESDM Sudirman Said sebagai terlapor. Dalam sidang itu
Sudriman Said menyatakan, Setya Novanto mengondisikan permintaan saham
kepada PT Freeport Indonesia. Selain itu, Setya juga disebut menekan
Presdir PT Freeport Indonesia terkait saham.
Hal itu diungkap
Sudirman berdasarkan rekaman dan transkrip pembicaraan antara Setya
Novanto (SN), pengusaha M Riza Chalid (MR), dan bos PT Freeport
Indonesia Maroef Sjamsoeddin (MS). "Kalau didengar (rekaman)
secara utuh, meskipun yang mengatakan angka (saham) Riza, tapi yang
mengondisikan, merespons, dan memberikan penekanan adalah Pak SN
(Novanto)," jawab Sudirman, Rabu (2/12/2015).
Berikut ini transkrip lengkap rekaman pembicaraan sepanjang 120 menit itu:
MS: Assalaamualaikum Pak
SN dan MR: Widiiiihh
SN: Gak keluar Pak
MS: Enggak Pak, ada tahllilan.
SN: Gak ke Solo?
MR: Besok?
MS: Ke Solo kan lusa
SN: Kan acaranya 11, Kamis ya
MR: Bukan 12, kata Lucas. Pak Luhut pesen musti ketemu dia.
SN: Yang bayar duluan
MR: Gua duluan ya.
MS: Wah ramai
MR: Loe mau ngikut pesawat gua gak.
SN: Pak Luhutnya kan
MR:
Gua sebentar, gua salaman, gua ketemu Pak Luhut gua kabur ke airport.
Habis mau ngapain lagi lama-lama, yang penting buat kita nongol,
salaman, ketemu Pak luhut udah.
MS: Airport sama kota kan deket.
MR: Iya
MS: Cuma macetnya Solo itu.
MR:
Kalau gak naik itu, bisa jam 3 hari hari. Kalau mau. Tapi kira-kira kan
bapak kira-kira sudah dapat Garuda kan. Freeport nyupport? (untuk
pernikahan anak Jokowi)
MS: Nggak ada. Nggak ada kita
MR: Maklumlah presidennya, sudah banyak. (ketawa)
MS:
Tidak mungkin juga terbatas kali. Bikinnya kan di Solo. Kalau seperti
Pak SBY dulu bikinnya di istana kan besar-besaran. Kapasitasnya juga
besar.
MR: Ini cuma 2000, 3000.
MS: Itu yang diundang. Belum keluarga. Kapasitas terbatas.
SN:
Saya ditanyain wartawan di kita, Pak itu kan dibatasi oleh Menteri PAN
hanya 400. Presiden sudah 2000-3000. Ya nggak ada masalah, namanya
masyarakat pengin ketemu presiden.
MS: Menteri PAN kan
kadang masih ecek-ecek. Dia pikir, entar gua ngawinin gua sudah pensiun.
Ya kan, anaknya Menteri PAN kan masih kecil-kecil. Bayangin aja 400.
MR: Suka-suka dia Pak
MS: Susah Pak, budaya orang Indonesia kan ndak bisa begitu Pak. Bagi orang barat 400 sudah besar banget
MR: Pak Syaf waktu ngawinin anaknya, banyak, pokoknya gua gak peduli. Pesta gua yang bikin.
SN: Syaf siapa?
MR: Syafruddin.
SN: Ooo
MR: Banyak yang datang.
MS: Mana mungkin itu pak.
MR: Tapi jangan saya katanya gitu. Ada aja alasannya.
MS: Susah pak budaya kita budaya kekeluargaan
SN: Nanti saya Desember. Eh membengkak
MR:
9.000 lebih. Yang bikin acarnya caranya gitu. Jadi caranya undangan
yang kanan untuk besan saja, yang kiri kita. Jadi bukan saya yang undang
tapi besan saya. Selesai
SN: Saya itu pak, sudah ketemu
presiden, waktu sampai ada 5 pimpinan negara lainnya. Ada ketua MA,
Ketua KY, Ketua MK. Saya bilang Pak, bapak ke Papua. Iya kata presiden.
Padahal di sana gak ada yang jemput. DPRDnya, bupatinya, gubernurnya.
Kesel juga. Soal PSSI macam-macam. Saya bilang bikin itu saja istana di
papua. Setuju pak, kata presiden. Masak ada Tampak Siring, Bogor. Masak
di sana tidak ada. Saya sudah lihat di sana ada tanah kosong, depannya
laut. Jadi secara politis ke depan pasti ke sana. Semua manggut-manggut.
Lagi seneng dia. “Freeport itu saya sudah ketemu Jim Bob, Dirutnya,
saya minta dipertimbangkan. Waktu itu dengan menteri itu, soal
perpanjangan itu kan DPR minta untuk duduk. Sedangkan sekarang kan ada
tiga hal, kemarin menteri ESDM menemui saya di Surabaya, khusus bicara
ini. Beliau bicara tiga hal. Satu, penerimaan minta ditingkatkan. Kedua
adalah privatisasi, permintaan itu 30 Juta untuk 51%. Mana mungkin saya
bilang gitu. Ketiga adalah pembangunan smelter. “Oh oke Pak Ketua. Kalau
berhenti itu soal penerimaan saya gak sependapat Pak Ketua. Karena kita
itu paling hanya nerima 7-8 triliunlah. Tapi kita keluarkan dananya
untuk di Papua, Otsus itu, kita 35 T. Ndak imbang”. Tapi kan itu udah
dibantu CSR. “Iya tapi tidak cukup Pak ketua”. Kita besar sekali.
Kedua
kalau smelter. Kalau di sana bangun smelter di sana lebih banyak rawa.
Jadi kuatirnya waktu. Kalau lihat gitu saya lihat di Gresik ada smelter
kecil yang tinggal diterusin. Terus di sana juga ada pabrik semen juga
untuk pupuk yang penting kan pakai dana sendiri, tidak melalui dana
perbankan kita. “Kita harus paksa supaya cepat-cepat dibangun”. Ya kalau
gitu. “Habis itu baru Timika, Pak Ketua”. Yang mana duluan Pak. Dia
diam saja. “Yang ketiga, soal apa Pak Ketua”. Soal penyerahan soal
sahamnya itu, kan sudah 30 % diminta 51%. Itu tidak mungkin Pak. Ini kan
sudah berbagi dengan daerah yang 250 ribu Ha itu, susah juga. Kebayang
juga dengan kabupaten lain. Ini tidak mungkin. Terus dia diam saja. Pak
Luhut cuma bilang: kita runding. Pas saya makan, presiden samperin saya.
“Ini kan Pak Luhut. Itu apa Pak Luhut sudah bicara belum”. Oh iya sudah
Pak, Pak Luhut yang banyak memberikan pendapat. Bagusnya kalau bisa
segera. Ngobrol-ngobrol itu. Oh iya sekarang Pak karena sekarang sudah
waktunya.
Lalu saya pulang. Saya mau rundingan dengan
sama Pak…. Jangan-jangan ini karena yang dulu ada keributan antara anak
buahnya Pak Luhut, Si Darmo dan si siapa itu, Sudirman Said diekspos.
Ini minta diklirken. Saya akan ngomong ke Pak Luhut. Ya udah. Makanya
perlu ketemu itu. Hahahahaa
MR: Jadi gini Pak. Ini bahan dari Pak Luhut dan timnya. Sudah baca?
MS: Perpres sudah baca yang percepatan pembangunan ekonomi Papua.
MR: Jadi mereka itu kan mau maju dulu dibangun di sana. Apa sudah ada konsep di sana? Dari Pak menteri
MS: Oh tidak begitu.
MR: Jadi tetap di Gresik
MS:
Oh ndak, UU tidak mengatakan begitu. PP juga tidak mengatakan begitu.
Jadi pemurnian harus dibangun di dalam negeri. PPnya juga begitu,
Pemurnian itu dilakukan 100 persen di dalam negeri. Kemudian tanggal 23
Januari 2015, pas setengah bulan yang lalu, itu persyaratan untuk
memperpanjang izin ekspor harus melengkapi, salah satu diantara enam itu
harus menentukan eksak location. Satu lagi soal feasibilty study.
Dapatlah di Gresik. Jadi tidak ada yang mengatakan harus di Papua .
Setelah kita umumkan di Gresik dan kita tanda tangani 23 Januari itu
baru muncul Pemda Papua yang mengatakan harus dibangun di Papua.
SN: Terus janji presiden
MS: Ya betul, kemudian
Presiden ke sana, janjikan oke kalau gitu dibangun. Kalau kita bangun di
Papua siapa yang mau kasih. Di Gresik saja sudah 2,3 M. Kalau di Papua
bisa hampir 4 M. Dari mana mau dananya. Gak mungkin bangun di Papua.
MR:
Ya ya. Jadi begini Pak, soal itu saya ngomong sama Darmo. Saya bilang
Darmo siap ya. Dia kan ngurusi semua. Dia akan melihatnya ini kalau
perlu biayanya besar juga.
SN: Pengusaha juga
MR: Kalau Ini tugasmu untuk mengamankan. Jadi saya sudah bicara, Pak Jokowi. Urusan dia saya. Dia dipakai Pak Luhut semua.
MR: Soal saham itu ada pemikiran, PLTA.
MS: PLTA? Yang mau memiliki sahamnya siapa Pak?
MR: Ada nominenya, punya Pak Luhut.
MS: Pak Luhut
MS:
Yang sahamnya itu juga maunya Pak Luhut itu jaminan guarantee itu dari
Freeport untuk saham itu. Seperti dulu yang dilakukan oleh Freeport
kepada pengusaha.
SN: Pak Luhut pernah bicara dengan Jim Bob di Amerika.
MR: Jadi kalau itu bisa diolah, ini rahasia yang tahu cuma kita berempat ya Pak. Diolah gitu…
MS:
Pak itu harus ada yang perlu dihitung pak sekarang. Waktunya tinggal 6
minggu dari sekarang. Dari enam isu yang saya kasih Pak Ketua itu,
waktunya tinggal 6 minggu dari sekarang. Kalau itu tidak keluar,
katakanlah 23 Juli nanti, tanggal 1 Juli tidak ada kepastian, maka kita
akan arbitrase internasional
MR: Apa?
MS:
Arbitrase internasional jalan. Tidak ada lagi itu. 1 Juli lah pak sudah
ada kepastian. Sekarang apa guaranteenya kalau permintaan itu dipenuhi,
ini juga keluar. Apa garansinya kalau permintaan itu ada singnal, 1
Juli sudah ada signal, apa garansinya? Ya to Pak. Apa garansinya
MS: Ini kan masih di Solo.
MR:
Ya ketemunya di sinilah. Ketemu Pak Luhut, ini kan masih ada kesibukan.
Habis itu baru.. Habis itu Jumat ke Pak Luhut. Harus ditugasin itu dia.
Kalau bisa tuntas dan minggu depan sudah bisa settlement. Tanggal 22,
seperti usul lalu, Itu yang sekarang sudah kerja. Kita sudah approach
beberapa kali. Benar. Kalau Freeport memiliki 15 %, kita pasti bilang.
MS: Kalau tidak salah ada feasibility study, coba ditinjau lagi. Kalau tidak salah Freeport itu off taker.
MR: Itu tadi Pak. Saran saya jangan off taker dulu. Kalau bapak off taker dulu itu akan ada di kedua belah pihak.
MS: Dari mana…
MR: Dari third parties yang…..
MS: Bapak juga nanti baru bisa bangun kalau kita kasih purchasing guarantee lho pak.
MR: Oh ya betul
MS: Ketergantungan bukan dari third party tapi dari kita dong.
MR: Oh iya, tapi kan kalau bapak ikut bikin kan, bapak ikut mengendalikan. Bapak bikin PLTA-nya, bapak ikut mengendalikan
MS: Artinya investasinya patungan, 49, 51.
MR: Iya.
MS: Investasi patungan. Tapi off taker kita juga.
MR: Iya
MS: Kalau gitu double dong.
MR: Enggak double Pak
MS: Modal dari kita, kita juga yang off taker. Anu, kita bicara dulu di depan, supaya kita bisa mengolahnya.
MR: Pak Off taker itu hanya sugar guarantee
MS: Iya purchasing guarantee
MR:
Purcahsing guarantee itu tidak ada uang keluar. Hanya guarantee. Maka
cuan. Uang keluar itu hanya unruk pembangunan. Kalau itu bapak juga
harganya bisa dikontrol pada yang wajar.
SN: Harga itu sektor terbesar.
MR:
Iyalah itu kira-kira. Harga perlu dikendalikan yang wajar. Atau kalau
terbalik, kalau pure itu, itu kan satu deal. Misalnya Jim bilang
Freeport gak usah ikut. Silahkan yang lain, murni. Investor banyak yang
mau, gak susah kalau Freeport. Marubeni ngotot mau masuk situ, Cuma
harga tinggi. Itu maksud saya Pak. Justru kita sebagai lokal, merasa
nyaman kalau itu opsinya sama Freeport. Dibandingkan kalau sama orang
luar. China pun ada yang mau Pak.
MS: Ini yang Pak Riza sampaikan yang lalu sama Dharmawangsa itu kan
MR:
Iya. Itu harganya yang wajar. Bukan harga yang tidak ketinggian tidak
kerendahan. Kan PTnya milik bapak juga, 51 %. Nanti bapak juga jangan
sampai menekan ke induk usaha Freeport, pertambangan.
MS:
Kuncinya kan itu lagi, surat perpanjangan itu. Tidak mungkin keluar
purchasing guarantee kalau tidak. PLTA mau dibangun itu kan untuk
underground mining. Underground mining baru bisa dipastikan mau
dilanjutkan kalau ada perpanjangan.
MR: Betul perpanjangan. Ini Komitmen itu dibutuhkan. Komitmen itu belum off take guarantee belum Pak
MS: Lho kalau komitmen, Freeport komitmen. Begitu ada perpanjangan komitmen kita akan jalankan. Saya pertaruhkan itu.
MR: Itulah pak yang perlu duduk itu komitmen
MS:
Karena tidak mungkin itu pak. Freeport sudah menanam 4 M dollar. Sudah
yang mempersiapkan underground, untuk infrastruktur dan pesiapan
operasional, meskipun tanpa kepastian. Jadi jangan ragu dengan komitmen.
Terus untuk smelter Desember nanti kita taruh lagi 700 ribu dollar, itu
commitment fee. Itu Desember. Tanpa ada kepastian lho Pak. Karena kita
tidak tahu dianggap tidak komitmen
MR: 700 juta ya Pak?
MS: Sorry 700 juta dollar. Apalagi yang kita kurang komitmen. Tidak perlu komitmen lagi. Ini sudah komitmen. Ndak ada ndak ada
MR: Tapi kira-kira kalau konsep tadi mau ambil apa enggak?
MS: Saya nggak jamin mau apa nggak. Tapi kasihkan dulu itu Pak.
MR: Wah kalau ada 700 juta, proposal gitu gua lepas ini
SN: Artinya kalau ada opportunity…. Kan ada di Pak Luhut
MS: Signed dulu itu.
MR: Singned itu pasti itu akan segera
MS: Tapi kalau dengar penjelasan Pak Ketua tadi sayanya enggak begitu jelas. Dari Pak Jokowi ya enggak jelas
SN:
Kalau Pak Jokowi itu dia, beliau sudah setuju kalau sarannya untuk di
Gresik. Tapi berikutnya di Papua. Tapi ada ujungnya-ujungnya, waktu saya
makan itu “Pak Ketua sudah bicara belum Pak Luhut, saya disuruh ngadep
ke Pak Luhut, ngobrol-ngobrol. Saya langsung tahu ceritanya ini waktu
rapat, yang terjadi antara si ESDM dengan Darmo. Kalau menurut saya,
memang Pak, Presiden itu ada yang mohon maaf ya, ada yang dipikirkan
untuk ke depan memang. Kalau dilihat dari, karena dia dengar Pak Jusuf
Kalla itu kan terjadi begitu, makanya selalu menyinggung masak Jusuf
Kalla terus. Kalau lihat begitu memang dia
MS: Ada ganjalan
SN: Ada ganjalan. Makanya kita harus menutupi. Gak habis-habis
MS: Mempercantik
SN:
Mempercantik. Tapi kalau pengalaman kita, artinya saya dengan pak
Luhut, pengalaman-pengalaman dengan presiden, itu rata-rata 99 % itu
goal semua Pak. Ada keputusan-keputusan penting kayak Arab itu, bermain
kita. Makanya saya tahu. Makanya Bung Riza begitu tahu Darmo,
dimaintaince, dibiayai terus itu Darmo habis-habisan supaya belok.
Pinter itu
MS: Anu The lobbies
(MS, SN, MR ketawa)
SN: Itulah
MR:
Pak, Pak. Hubungan Pak Luhut itu dekat sekali dengan Pak Jokowi. Kalau
kasih sign beliau keluar, kasih sign, eh beliau kayaknya begini gini,
rahasia ya. Ngerti nggak. Paling nggak Pak, kalau saya bilang confirm
on, kalau meleset saya habis Pak.
MS: Ndak Pak. Kalau
meleset komitmen, kalau sudah keluar komitmen tidak akan meleset Pak.
Kalau sudah keluar komitmen. Seperti saham berapa persen Pak.
MR: Itu yang saya juga belum, yang belum
MS:
Bapak harus jelas juga berapa persen sahamnya. Karena itu bukan uang
kecil lho Pak soal saham itu dan nilai aset Freeport itu bukan main.
MR: Kedua, nilainya berapa. Sama yang itu kan diambilnya harus untung, biar pinjaman bisa recover
MS: Mungkin harus jelas juga Pak, supaya anunya, perhitungannya lebih jelas juga
MR: Bapak itu sudah jalan divestasi sudah berapa persen?
MS: 30 % yang sudah jalan
MR: Yang sudah jalan 9 persen dong
MS: 9,3 %. DIpegang BUMN
SN: Kalau gak salah itu Pak Luhut sudah bicara.
MR: Pak Luhut sudah bicara
SN: Pak Luhut bicara dengan Jim Bob. Pak Luhut udah ada unek-unek Pak
MR:
Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20%,
ambillah 11% kasihlah Pak JK 9%. Harus adil, kalau enggak ribut.
SN:
Iya. Jadi kalau pembicaraannya Pak Luhut di San Diago, dengan Jim Bob,
empat tahun lalu. Itu, dari 30 persen itu, dia memang di sini 10 %. 10
persen dibayar pakai deviden. Jadi dipinjemin tapi dibayar tunai pakai
deviden. Caranya gitu, sehingga menggangu konstalasi ini. Begitu dengar
adanya istana cawe-cawe, presiden nggak suka, Pak Luhut ganti dikerjain.
Kan begitu. Sekarang kita tahu kuncinya. Kuncinya kan begitu begitu lhp
hahahaha. Kita kan ingin beliau berhasil. Di sana juga senang kan gitu.
Strateginya gitu lho.. Hahahaa
MS: Lobbies
MR:
Untuk pertama kali, berapa yang saya olah. Disampaikan, kalau cawe-cawe
kan dia juga kerja di konsultan. Dia kan kalau konsultan datang, dia
langsung bikin titik.
MS: Ada saya baca..
MR: Saya punya presentasinya. Habis presentasi sedetil itu, habis itu langsung saya telpon. Tanggal berapa itu
SN: Sekarang sudah digarap sama Bung Riza. Hahahaa… Saya tahu Pak..
MS: Tanggal 14
MR:
Memang kita tidak mau mencampuri politik. Tapi kenyataannya barier
politik itu ada. Kerjanya cepat..Makanya….dan happy. KIta akan kasih
pengertian. Pak Luhut pasti oke. Karena Pak Luhut gak terlalu gini juga.
Kita happy-happy semua Pak. Kalau bapak happy, kita semua juga happy.
SN: Kita happy Pak kalau Bung Riza yang mengatur
MR:
Bukan, kita kerja, kita kan sunggung-sungguh kerja ya Pak ya. Ada
prospek. Insya Allah, Allah kasih rezeki. Berjalan. Kan masalah banyak
disitu. Sampai empat tahun Pak
MS: Nggak setahun saja, ini selesai urusan monster.
MR: Kalau itu itu bisa sampai 25 tahun
MS: Lama itu Pak. Nggak cuma ini aja Pak. Setiap pembangunan di Papua nanti butuh power tinggal nambah, nambah, nambah Pak.
SN: Pinter ini dibayar sama itu
MR:
Menurut saya, cara itu elegan. Freeport yang kontrol, harga dikendali.
Freeport bantu cari guarantee, pinjaman. Terus, di sana cicil bagus,
bisa kredit guarantee sesuai. Yang enak gitu lho pak. Freeport yang
kontrol, semua jalan semua. Pengendali. Kalau kita bikin CSR ke
orang-orang kampung kita bisa. Ada Freeport juga di situ. Itulah Pak,
bagus sekali itu. Kalau itu misalnya sama China. Jepang itu lain lagi.
MS: Teknologi mau pakai teknolohi mana?
MR: China? Gampang itu Pak
MS: Enggak, kalau begini Pak
MR: Dari China. Oh bisa
MS: Ini kan perusahaan Amerika, harus dilihat juga. Jangan lupa yang kecil-kecil gitu. Biar strateginya nyambung nanti pak
MR: Turbin dapat kredit ekspor dari sana.
MS:
Itu Pak, smelter Papua sudah ada statement bersama. Pemda Papua akan
mencari investor. Statement bersama dihadiri oleh Komisi 7, Ketua DPRP,
Ketua MRP, ada Menteri ESDM. Statement bersama.
SN: Yang waktu itu ya
MS:
Iya. Dan gubernur mendukung pembangunan smelter. Freeport di Gresik.
Kalau dia punya smelter jadi, Freeport akan menyuplai konsentratnya
dengan perhitungan B to B ke smelter yang sudah ada akan dibangun.
Begitu Pak
SN: Perjalanan tambah sudah mulus dong
MS:
Sudah ada komitmen, Gubernur Lucas itu sudah mengeluarkan statemen itu.
Cuma kan ada kemungkinan, ini gubernur punya pemikiran bahwa semua
smelter semua spesifikasinya sama. Di setiap komoditas minerail itu,
mainnya itu beda. Tidak bisa tembaga atau emas itu makan nikel atau
bauksit. Di pergi ke China nyari. Teknologinya nikel dan bauksit. Kalau
teknologi tembaga emas itu adanya di Jepang. Dia salah langkah Pak. Gitu
lho Pak. Makanya dia agak mandeg mau membangun smelter. Kan
teknologinya beda pak. Njlimet itu pak teknologi setelah saya pelajari.
Yang top itu teknologinya Mitshubishi.
MR dan SN: Ooooooo
MS:
Untuk smelter. Memang gila itu, Jepang memang top. Tidak pakai kimia,
tidak pakai kimia, semua fisik. Makanya Freeport itu tidak ada proses
kimia dalam pemurnian. Salah langkah dia untuk Papua. Harusnya dia
lakukan ini dulu, sudah bentul. Bangun dulu Papua secara keekonomian.
Bangun dulu infrastruktur Papua secara keekonomian. Jangan bangun
smelter dulu di depan. Bagaimana mau bangun smelter kalau enggak ada
listrik, enggak ada pelabuhan, enggak ada jalan, enggak ada air bersih,
enggak ada gas. Mahal Pak. Bangun dulu nilai keekonomian. Makanya itu
Keppresya sudah betul. Makanya Bappenas, sudah cocok itu. Bangun dulu
infrastruktur, bagun pabrik semen, pabrik pupuk.
SN:
Sudah Pak. Kemarin itu saya diarahkan sama Bu RIni, menteri ESDM jadi
nanti itu ditunjuk di Bintuni. Bintuni itu arealnya 6000 hektar. Itu
dibuat di sana itu pabrik pupuk, Antam juga disitu, pelabuhan bukan
hanya Sorong pak tapi di situ. Sehingga ini sebenarnya untuk menunjang
perekonomian itu. Ini lagi mulai pembuatan-pembuatan itu yang pihak
Dirut Antam, Pak Budi ketemu saya waktu itu, memang betul sedang
membuat. Gasnya selain gasnya itu dari apa itu yang di sana…
MS: Tangguh
SN: Tangguh, tetapi juga dari Malaysia, dari Ginting. Mereka dapat itu
MR: Genting, genting
SN: Genting
MR: Benar itu Pak. Ada 5 TCf cadangan di Papua. Itu yang akan disuplai ke tempatnya bapak.
MS:
Bintuni kalau mau membawa nanti konsentratnya dari Timika, coba dilihat
kondisi geografinya Pak, bagimana berapa cost deliverynya. Faktor cuaca
melalui laut. Kalau lewat darat wah pembangunannya gila berat, very
costly. Bapak harus lihat line costnya, garis pantainya untuk membawa
konsentrat dari Timika ke situ.
SN: Yayaya.
MS:
Kenapa tidak dari Timika dibawa ke Gresik. Karena line costya gampang.
Kalau mau dibawa ke Papua harus lihat dari garis pantai
MR: Ooo geografi dengan costnya ya.
MS: Harus lihat itu Pak. Modal
MR:
Kalau begitu, tidak ada jaminan pupuk bangun, tidak ada jaminan semen
bangun. Sehingga revisinya. Makanya gandeng kita. Mau bangun enggak,
gitu. Tapi kalau dipressing nggak ada semua. Orang yang ngasih duit uang
ke Freeport, sudah pasti oke, sudah pasti dibeli nih
MS: Off takernya banyak.
MR: Banyak off takernya.
SN: Iya purchasing guarantee
MS: Harus integreted Pak. Susah ini pak
MR: Kalau orang mau menggaransi, off taker baik pasti bangun pabrik pupuk. Bangun di sana
MS: Itu nanti menjual hasil konsentrat itu secara internasional juga harus dipikiran marketnya
SN:
Kalau semen itu Pak, pada akhirnya bisa dibangun di situ gak, Di
Timika? Kalau seandainya presiden sudah setuju. Udah, Pak Ketua kita di
sini, tapi harus janji di Timika, sesuai permintaan itu bangun pabrik
semen di sana
MS: Pak, masalah lahan di Papua itu juga
masalah besar. Masalah hak ulayat itu susah. Pak Riza mau bangun di
sana, berhubungan sama yang punya, Pak Iza sudah bayar. Nanti pamannya
datang kamu bayar ke dia, saya mana. Datang lagi keponakannya. Itu yang
bikin perang suku Pak.
MR: Itu mirip di Padang. Sama kalau di Padang
MS:
Kepastian hukumnya tidak ada. Ada kebon sawit besar bagus cantik udah
jadi Pak. Tiba-tiba ditutup sama gubernur katanya merusak alam. Kasihan
Pak buat investor. Itu orang nggak jadi males menginvestasi
MR: Provinsinya Dajjal
MS: Betul Pak zamannya Dajjal
MR:
Sama Pak. Gila itu. Itu waktu Riza mengondisikan ngurusi gula, sudahlah
begini begini, dia sudah kuasai lahan Pak, pada waktu itu. Beda kongsi.
Gua ketawa aja. Makan dulu, kalau udah jalan 5 tahun baru saya ambil.
MS: Diganggu?
MR.
Ya enggaklah. Dia juga memulai itu jalan pelan-pelan sekarang. Miliknya
Antam. Akhirnya dia bikin pabrik gula di NTT. Hmm begitu
MS: Ati-ati Pak. Betul Pak.
SN: Ngeri, makanya bolak-balik situ.
MR: Tentara
MS: Saya sudah dari 1983 sudah ke Papua.
SN: Oh oke
MS: Saya sudah tahu Papua, bagaimana antropologinya. Hati-hati Pak, gak semudah itu.
SN: Yayayaa. Percaya Pak
MS:
Gak semudah itu Pak Papua. Mengedukasi mereka untuk merasa bahwa mereka
akan dibangun untuk kesejahteraan mereka, tidak mudah Pak. Costnya
tinggi Pak, betul. Kita bangun sekolah, minta dibangun rumah sakit. Tapi
kalau ajak pers, hormat bapak. Masak kita sinterklas terus.
MR:
Itu ya Freeport pernah bangun pagar yang bagus, yang indah itu buat di
gedung. Itu yang bikin perusahaan gua. Punya pabrik di Bandung. Itu
besinya di bawa pakai pesawat ke sana. Pegawai saya di bawa pakai
pesawat. Gak tahu masih ada apa enggak sekarang. Loe bayangin,
tukang-tukang gua naik pesawat
MS: Anu itu memang soal sikap mental Pak.
MR: Sadis itu, memang tidak gampang
MS: Kalau mau pembebasan lahan itu tidak mudah lho pak. Kalau tidak salah itu tiga kabupaten untuk PLTA itu.
MR: Kalau itu mudah-mudahan bisa cepat. Karena…
MS: Yang anti sama gubernur juga banyak lho pak. Yang dulu sakit hati sama gubernurnya sekarang sudah mulai kuat lho Pak.
MR: O ya
MS: Iya. Wagub itu belum tentu bisa jalan sama gubernurnya.
SN: Papua sama Papua Barat
MS: Papua. Coba tolong dimatangkan mengenai saham.
MR:
Yang saham. Soal saham itu, saya bicara ke Pak Luhut. Kita sudah
bicara. Weekend saya ketemu. Biar Pak Luhut yang bicara ke bapak
SN: Biar cepat selesai
MR:
Kan ini long weekend, Hari minggu nanti, saya temui Pak Luhut, bisa
minggu malam. Biar Pak Luhut cek dan kita…. Saya yakin itu
SN:
Presiden sudah dikasihkan ke Pak Luhut itu berapa kali. Si Darmo, kalau
bapak denger cerita di dalam. Apa yang kita inginkan bisa, presentasi
ke presiden tiap hari.
SN: Presentasi ke presiden setiap hari
MR: Kalau memang gawat keadaannya, saran saya jika mau malam sabtu atau malam minggu
SN: Besok
MR:
Why not. Pak Luhut oke. Kita ketemu sama Pak Maroef, hari minggu malam.
Kita ngumpetlah. Seeeeeeeet dia action minggu depan. Nggak lama Pak.
Next week two week. Bisa kau angkat akhir Juni selesai urusan. Begitu
ini selesai ini saham bisa
SN: Saya sih yakin itu karena
presiden sendiri kasih kode begitu dan itu berkali-kali. Yang urusan
kita di DPR, itu kita ketemu segitiga, Pak Luhut, saya dan presiden.
Akhirnya setuju. Ngomongnya gini presiden. Saya sudah ketemu presiden
cocok itu. Pengalaman ya, artinya ini demi keberhasilan semua. Ini belum
tentu bisa dikuasai menteri-menteri, yang gini-gini. Enggak ngerti
malah bapak
MS: Ada lobbiesnya
SN: Strategi
MS: Ini Henry Kisingernya
SN: Henry Kisinger Hahahaa
MR:
Kita ini orang kerja, strateginya. Jadi Freeport jalan, bapak itu bisa
terus happy, kita ikut-ikutan bikin apa. Kumpul-kumpul. Gua gak ada bos,
nggak usah gedek-gedek. Ngapain gak happy. Kumpul-kumpul. Kita golf.
Gitu, Kita beli private jet yang bagus, representative. Apalagi
SN: Iya
MR:
Buat kita itu tak ada yang rakus. Ini mutual benefit, konsepnya mutual
benefit. Barangnya kita semua. Kita semua kerja. Freeport 51 kasih kita
lokal, support financing. Ya Pak
SN: Kalau Freeport menjamin, semua juga gampang. Semua bank langsung kasih.
MR: Kan itu buat tambang
SN: Otomatis, merem aja itu
MR: Lumayan ini, untuk kumpul-kumpul paling 1 juta dollar.
SN: Hayyaah
MR:
Saya ikut masuk ke Dharmawangsa ini, cost yang mereka bawakan sudah,
tapi masih gedean mereka porsinya. Terlalu lama mereka itu boros. Saya
yakin Freeport pasti jalan. Kalau sampai Jokowi nekat nyetop, jatuh dia.
MS: Yang jadi itu Amerika. Nggak diterima di Amerika
SN:
Pengalaman saya ya Pak. Presiden ini agak koppig (kopeh, bahasa
belanda) tapi bisa merugikan semua. Contoh yang paling gampang itu PSSI.
Apa susahnya ini ya, saya bicara. Saya harus bicara Freeport itu saya
bicara dulu PSSI. Saya bilang, Pak Presiden pengalaman saya zaman SBY,
SBY turun tangan. TVOne yang sudah menyiarkan liga dan lakunya bukan
main, terpaksa harus dihentikan karena sudah teriak-teriak, ini
menyangkut sponsor, pengangguran mereka, menyangkut macem-macem. Jadi
bisa menurunkan juga kredibilitas isu-isu presiden. Presiden, Pak Ketua
khusus PSSI saya tidak ada apa, apa tidak ikut campur dengan pihak
mereka. Supaya Indonesia itu bangkit. Saya bilang, ada peraturan FIFA
mengharuskan. Kalau saya yang kurang menguasai, Ketua MA menyampaikan
hukum-hukumnya. Disampaikan pak, hukum-hukumnya. Kalau sudah bilang
enggak, ya enggak, susah kita. Tetap saja. Kita dikte saja. Gitu Pak.
Koppignya dia buat bahaya kita. Kedua, Ketua MA sampai merasani sama
saya enggak berkenan sama presiden. Wah gak cocoklah.
MS: Chemistry enggak nyambung
SN:
Enggak nyambung Pak. Ketemu dua kali di tempatnya Menteri PAN, waktu
pelantikan ngobrol itu lagi. Ketemu lagi. Enggaak. Ini harus kita
rekayasa pak.
MS: Pengalaman ini ya Pak
SN:
Kadang-kadang dia kalau egonya ketinggian, ngerusak Pak. Ngono Pak.
Makanya pengalaman-pengalaman saya sama dia, begitu dia makin dihantam
makin kenceng dia. Nekat Pak. Waah
MR: Saya kaget itu
Pak, Saya kan kenal Jokowi, lama sekali Pak. Saya itu jodohin terakhir,
ngedorong Jokowi jadi capres. Saya, Pak Hendropriyono dan Pak Budi
Gunawan. Seminggu sekali kita rapat di rumah Pak Hendro ama Jokowi.
Paling lambat dua minggu sekali, selama setahun sebelum capres Pak.
Walaah alot Pak, saya suruh ganti baju. Wah, Pak ganti baju dong. Saya
ngobrol sama Karni Ilyas dia kan sosialis. Sosialis kok pengusaha, kalau
sosialis. Itu bukan
SN: Berbahaya Pak. Bahaya kalau dia selalu begitu. Ada lagi pengalaman saya Pak.
MS: oke
SN:
Pengalaman yang betul-betul saya mengalami bersama-sama Pak ini,
bersama-sama Pak Luhut. Akhirnya saya minta tolong Pak Luhut, untuk
memulai pemilihan Kapolri. Itu asli Pak. Bagaimana itu kita berusaha
supaya Budi, karena Ibu Mega yang call, yang telpun. Itu kita pakai apa
aja enggak pak. Itu bisa terjadi pada saat beliau mau ke DPR. Bingung
dia Pak menghadapi DPR gitu. Disuruhlah Menkopolhukam, sama Setneg, sama
Mendagri ketemu saya. Saya bilang udah deh nanti kita atur duduknya
gini, enam pertanyaannya saja deh. Itu telpun lagi, tadi kan semua tim.
Dia minta dua saja. Duduknya minta yang santai, sesantainya, tidak ada
pertanyaan yang ini. Wah nanti cuma bulat-bulat itu Pak. Bagaimana saya
menenangkan fraksi-fraksi supaya mau begitu kan. Banyak akal, pokoknya
bisalah. Dia datang, kita akali. Soal BG itu, pokoknya lari ke BG minta
kapolri dia. Nanti Pak Luhut. Saya cepet-cepet ke Pak Luhut gimana jalan
keluarnya. Pak Luhut kasih jalan. Entar gini. kita malam-malam ya waktu
itu. Entar jawabannya gini aja, Presiden ngomong gini soal BG akan kita
serahkan kepada nanti yang terpilih. Siapapun yang diusulkan oleh
pejabat yang terpilih setuju. Ayo kita draft. Draft kita bertiga. Bener
Pak Luhut itu. Begitu draft selesai, Pak Luhut jam 9 keluar lagi, Wah
kalau Pak Jusuf Kalla datang nanti bisa berubah. Pak Jusuf Kalla itu
ngotot BG. Ini bener, Pak Jusuf Kalla itu bener. Itu pun diatur gimana
akhirnya presiden bisa perintahkan Pak Jusuf Kalla enggak datang. Dia
pindahkan ke sana, pindah ada acara. Padahal kita sudah siapin tempatnya
itu pak. Jadi satu itu, satu ini. Jadi waktu pagi-pagi kita rapat jam
10 mundur jam 10,30. Itu jam 08.00 Pak Luhut datang. Catat aja begitu
banyak. Kata Pak Luhut, jangan. Ini cukup selembar ini. Saya sudah
runding dengan saya. Betul kan saya sudah ketemu Pak ketua. Waktu dia
datang, saya buat bercanda buat apa, buat apalah semua. Akhirnya kita
duduk. Saya lihat dia bawa tas kayak orang norak. Ajudan bawa tas yang
isinya banyak yang banyak itu. Itu kertasnya ini. Terus gimana Pak
Luhut. Bapak periksa aja. Nanti saya atur, saya ngomong, bapak ngomong.
Kira-kira nanti kan ada dua hal, soal masalah Kapolri dan soal masalah
APBN. Terus dia ambil. Saya lihat lirikan kertas yang mana yang diambil,
kertasnya Pak Luhut. Jadi waktu di APBN semua fraksi ngomong tapi semua
ngomong BG, semua ngomong BG. PDIP ngantem presiden. Dia
berbisik-bisik, masak PDIP sendiri ngantem saya, saya kan presiden. Tapi
gak peduli apapun kehendak Bu Mega gak peduli. Dijawab pertanyaannya.
Setelah saya dengarkan semua soal Pak Budi Gunawan, semua saya turut
tampung tetapi mekanismenya adalah saya serahkan kepada Kapolri yang
terpilih. Persisnya itu dibaca begitu. Dibaca. Ini pengalaman Pak ya.
Selesai, sampailah cerita itu ke Ibu Mega. Marahlah pokoknya, sampai ke
Solo dan macam-macam.
MR: Di Solo ada…., ada Surya
Paloh, ada si Pak Wiranto pokoknya koalisi mereka, Dimaki-maki Pak,
Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG. Gila itu, saraf itu.
Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan
Megawati. Terus kenapa dia menolak BG. Padahal pada waktu pilpres, kita
mesti menang Pak. Kita mesti menang Pak dari Prabowo ini. Kalian
operasi, simpul-simpulnya Babimnas. Bapak ahlinya, saya tahu saya tahu
itu. Babimnas itu bergerak atas gerakannya BG sama Pak Syafruddin.
Syafruddin itu Propam. Polda-polda diminta untuk bergerak ke sana.
Rusaklah kita punya di lapangan.
SN: Termasuk Papua
MR: Termasuk Papua. Noken kita habis.
SN: Habis Pak, hampir setengah triliun.
MR: Kapolda Papua itu kan sahabat saya, sahabat deket.
MS: Tito
MR:
Tito. Akhirnya ditarik ke Jakarta supaya nggak menyolok, jadi Asrena.
Sekarang Papua sudah jalan, kasih hadiah sama Jokowi. Padahal maunya
Jakarta bukan dia. Pak BG maunya bukan Tito. Pak BG maunya Pak Budi.
Tapi Budi ditaruh Bandung. Tito Jakarta. Yang minta Jokowi.
SN: Jawa Barat hahaha
MR: Gila Pak. Alot pak orangnya Pak.
SN:
Pengalaman itu, maksudnya saya pengalaman itu. Jadi kita harus pakai
akal. Kita harus pakai ini. Kuncinya kan ada kuncinya. Kuncinya kan ada
di Pak Luhut, ada saya. Nanti lempar-lemparan. Ada dia strateginya. Cek
gocek
MR: Darmo ini disayang sama dia karena, Si Darmo
kalau presentasi, lulusan Amerika, sudah kuliah PHD pintar. Jokowi happy
terus. Ini saya tahu. Darmo ngomong Pak itu didengerin. Gitu Pak
SN: Cuma sudah dibeli gara-gara ketemu bapak, dikunci, sreeeet. Berubah
MR: Dikawanin lah.
MS: Hasil lobi ya
SN: Semuanya, semua istana beliau bisa biaya yang lain-lain, biayain semualah.
MR:
Sebelum bubarin Pak, kalau gak gini Pak. Saya ini kan pedagang, Saya
ikutan politik kan karena teman-teman saja. Baik, gak cerai. Saya
pedagang. Saya bilang eh ini saatnya damai. Kita kumpulin semua yuk.
Kumpul Bang Ical, Anis Matta, Hatta, pokoknya semua kita kumpul.
SN: Panggil Pak Luhut
MR:
Kita undang Pak Luhut datang. Saya siapkan depan. Ada Pak Luhut ama
timnya. Saya bilang itu, saat ini kita sudah kalah. Kalah Pilpres. Tapi
kita akan balas tahun 2019. Cuma sekarang kita harus berdamai membangun
negara. Jangan ikut. Presiden sama wapres enggak boleh diganggu, saya
bilang. Kita cari makan. Sekarang Pak Luhut yang ada di sana, Ini
temen-temen dan kita minta ikutlah Pak Luhut. Coba Pak Luhut sampaikan
ke Jokowi. Kalau mau sepakat begitu kita dukung. Ini saran saya. Mulai
ngomong rurururuurr… Akhirnya sepakat pak malam itu, oke kita dukung
Jokowi JK supaya sukses. Nanti 2019 ceritanya lain. Langsung deh pada
dukung Jokowi, pada ketemu Jokowi semua. Prabowo apa dukung Jokowi.
Sejak itu. Makanya Pak, DPR gak pernah ganggu Jokowi. Gak pernah ganggu
Jokowi. Malah yang enggak mendukung Jokowi itu PDIP. KMP enggak,
semuanya mendukung. Itu kita happy juga sih. Kalau negara aman kita
punyajalan. Tapi kalau ribut terus di palemen, pusing kepala. Bayangin
sudah kurang aman negara, ekonominya ancur.
SN: Kesalahan menteri-menterinya juga.
MR: Ya presiden juga andil.
SN: Ya kita harus jujur
MR: Kalau Pak JK presiden,
SN: Wah terbang kita.
MR: Atau dia pasrahin Pak JK urus ekonomi saja, saya pergi dah blusukan. Pak JK urus saja ekonomi
SN: Ya tapi sekarang sudah dibatasin terus presiden
MR:
Obyektif ya Pak, kita pengi ada growth, bisnis kita jalan, semua orang
gitu kan. Gaji lancar pajaknya gak gila-gilaan. Pajaknya gila Pak.
Pajaknya dahsyat Pak
MS: Semua macam-macam dipajakin ya
SN: Hancur
MR: Iya.
SN: Mobil jeblok, orang beli gak bisa. Perbankan gak mau lagi, hancur.
MR:
Kalau Freeport mah gak ada kaitannya sama ini. Kalau saya ada ritel,
saya punya air lines, hancur berdarah. Rupiahnya jelek marketnya drop.
Saya ada perusahaan ritel, saya punya toko-toko orang perempuan di
mall-mal, gubrak, waduh gila pak. Bagaimana nasibnya. Perkebunan sawit
juga jeblok perusahannya. Gimana pula
SN: Gak ada uang
MR: Gak ada uang. Rakyat udah gak ada uang. Gak ada demand, drop.
MS: Itu konsep PP 15 untuk sawit gak jalan Pak? Padahal itu konsepnya presiden untuk CPO
MR: Hancur pak, hancur Pak
SN:
Presiden itu senang meresmikan meresmikan. Tapi sekarang gak jalan.
Sekarang dia serahin ke Pak Jusuf Kalla. Saya ketemu Pak Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla bilang wah ini banyak yang gak jalan. Saya bilang jangan
meresmikan terus
MR: Kalau pak JK itu pengusaha.
SN: Bagus itu Pak
MS: Dia bisa menghitung
MR:
Bagus Pak. Dia bisa mengcreate. Kalau tahu sekarang kita lagi berdarah.
Dia gak mungkin menghindari, dia tidak akan diam. Dia akan cari akal.
Jokowi mana mau ketemu kita. Allah
SN: Ini kaya PSSI babak belur.
MS: Kita kan sponsor Persipura. Bubar Pak. Pada ngirim surat mau membubarkan. Kasihan Persipura
MR: Pemain bola itu kalau dia gak main dua bulan, otot-ototnya rusak semua
MS: Drop semua. Sakit semua. Sakit jantung semua Pak
SN: Kembali itu Pak. Pak Luhut ditakutin, enggak bisa enggak
MR:
Sebetulnya lepas dari apapun, nasibnya jelek. Jujur saja ya Pak,
nasibnya jelek sebagai bangsa Indonesia. Mendingan karena Jokowi tapi
kita kan berdarah. Masak musuhan itu kan gilaaa. Aduuhhh… Ampuuunnn
ampuunnn.
SN: Ampuun
MR: Si Alid, Alidu
mau ngomong sama KEN. Sama KEN kan hopeng. Ngomonglah duluan sama
Cicip. Dapat ijin nangkap ikan. Beli kapal 10, join ama China, bikinlah
KMA. Ada ijin, keluar semua. Kapal sudah datang. Cicip diganti Bu Susi.
Sama Bu Susi, kapal asing gak boleh nangkap. Bangkrut dia langsung.
Ganti pakai bendera Indonesia kapalnya. Kapal 350 Dwg harus buatan
Indonesia. Buatan asing gak boleh beroperasi di sini. Bangkrut langsung.
Edan Pak, ini ngaco Pak, gawat ya
SN: Eksport aja berhenti. Megenai di tempatnya Susi semua, banyak gulung-gulung tikar semua.
MR: Enggak cuma situ. Tempat lain juga sama
SN: Iya. Itu presiden gak tahu
MR:
Ada lagi teman Pak. Dia memang bisnisnya minuman. Dia bikin UIC, Si
Aseng, tahu kan Pak. Ini pabrik dia,150 juta dollar investasinya. Pabrik
dibikin udah mau jadi, ada peraturan ama Rahmat Gobel,
penyalur-penyalur itu gak boleh jualan bir. Berhenti. Pabrik gak jadi
diresmikan. Bayangkan Pak. Berdarah Pak. Gila
MS: 150 juta dollar Gila
MR:
Banyak kasus Pak. Belum lagi pengusaha batubara.Tapi pak kita
muter-muter dia masih presiden Pak. Suka gak suka harus kita bayar udah
Pak. Ya kan
MS: Masih panjang
SN: Masih panjang
MR: Yang penting gak papa, yang penting halal
SN: Rakyat itu suka gak suka ama dia dianggap itu bener semua.
MR: Iya. Salah gak salah jalan terus. Yang dianggap salah menteri-menterinya. Dia enggak. Gila dah. Haduuuhh
MS: Tapi kan Pak Riza masih ada Pak Ketua yang back up.
MR: Ah kalau saya kan Pak, hidupnya biasa saja. Itu kan sudara saya, banyak saudara pak.
SN:
Karena Itu Pak, seperti kata presiden, rata-rata kita minta itu setuju
tapi harus pakai strategi. Ya kita selalu kadang-kadang salah kita
MR:
Pak Jokowi sudah baik, sudah baik Pak cuma sekarang dirombak. Sekarang
sudah baik banget. Sekarang dirombak lagi. Jangan bawa ke ranah politik
MS: Membantu politik, membantu urusan politik
MR: Betul Pak.
SN: Kayak HR.
MR:
Saya sama Pak Marciano. Aduh Pak Riza, jangan muncul, jangan muncul
kata saya. Biarkan dia bantu Prabowo tapi jangan muncul. Pak, saya gak
muncul susah Pak. Gimana muncul ketahuan.. Usahakan jangan muncul.
Percaya omongan saya. Bener juga omongannya. Gua muncul di Polonia, puk
puk puk langsung muncul di sosmed. Aduuuh saya lagi sama Prabowo dan
hati. Ya udah mau apa, nasib.
SN: Nasib duit keluar
banyak. Duit Pak. Itu saya lihat kasihan. Ngapain itu, udah. 50 M, 30 M.
Begitu kita hitungin udah 500 M. Ngapain. hahahaa
MS: Lewat Pak
SN: Lewat Pak
MR:
Padahal duit kalau kita bagi dua pak, hepi Pak. 250 M ke Jokowi JK, 250
M ke Prabowo Hatta, kita duduk aja. Ke Singapura, main golf, aman.
hahahaa. Itu kan temen, temen semualah, Pak Susahlah. Kita hubungan
bukan baru kemarin. Masak kita tinggal nggak baik. tapi kan sekarang
udah gak ada masalah. Sudah normal. Gitu
SN: Saya ngomong sama presiden, ini Pak Bung Riza juga bantu. Oh ya ya itu dia kawan saya baik. hahaha
MR:
Memperjuangkan dia itu capek sob. Segala macam cara, Pak Hendro ngomong
sama Megawati waktu di Kebagusan. Belum saatnya. Dikira sekaligus.
Belum Pak. Saya itu baik, saya kasihan sama Pak Jokowi, saya akan bantu
Pak Jokowi ke Hatta sebagai cawapres. Pak Jokowi sama Hatta mungkin Pak,
tapi Meganya gak mau. Saya sama Hatta itu sahabat.
MS: Jokowinya mau, Pak?
MR: Jokowinya mau banget sama Hatta.
SN: Tahu tahu pisah, pusing sudah terlanjur ke Pak Hatta
MR: Tapi itu kan pengalaman.
SN:
Tapi kalau ngomong baik-baik, lamaa menikmati. Kayak yang kemarin itu
yang Fahri dan Fadli Zon marah itu. Itu kan gitu Pak soal UU. Udah kerja
capek-capek. Jam 2 kita ketemu lagi, Semua wakil ketua dan komisi II
saya ajak ketemu presiden. Jelasin. Sama Fahri dijelasin, efeknya
bahayanya. Jelasin. Saya tengahin bapak presiden, sambil becanda nih.
Udah becanda terus dia tenanglah. Itu menteri-menteri, menteri Polhukam
gak ada yang ngomong Pak. Nanti jawab gini pak. Saya tidak setuju karena
ini ni, singkat. Marah dong temen-teman. Bapak presiden, kalau buat
saya ini pak. Apa gak sebaiknya kita pertimbangkan dulu. Ya saya setuju
Pak ketua. Ya bapak kan mau rapat kta pertimbangkan, Walau nanti
diputuskan enggak tapi paling enggak jadi dipertimbangkan. Tapi pakai
guyon dulu. Kalau enggak gitu dia stik. Dia stik mati kita.
MR:
Saya bilang ke Pak Marciano. Pak saya gak berani ke rumah bapak dulu
Pak. Begitu saya ke rumah bapak, ada yang ngabarin kalau sudah dicap.
Habis Pak Jokowi dilantik, saya nggak berani dulu. Udahlah biar bapak
kerja tenang, Sekarang dia sudah aman.
SN: Udah tahu lah, kan Pak Luhut lapor semua pertemuan itu kalau Bung Riza semua yang ngatur
MR: Saya sih bukan menjilat dia pak. Tapi kalau temen-temen saya paling gak hepi, pada ribut semua. Nanti rusak negara kita.
SN: Waduh hancur
MR:
Iya kan. Maksudnya biar harmonis, harmonis rukun. Kalau Pak Luhut kan
sahabat lama. Ya udah kita duduk Pak Luhut.. Pak Luhut gak percaya.
Belum cukup sama gue. Udahlah bisalah. Gua yang atur, gua jamin. Wah
seneng banget, Pak Luhut ke Pak Jokowi. Nih si bos yang urus katanya.
Dia mau bawa ke istana, Riza tolak. Wah kalau saya ke istana, ada yang
motret. Tambah pusing kepala saya. Susah ini Pak, tukang gosip
MS: Makanan empuk
MR: Iya makanan empuk. Wah gila betul. Kita kerja benar.
MS: Pak terima kasih waktunya Pak
SN:
Sekarang komisaris di sana. Komisarisnya orang papuanya tiga, kemudian
Indonesia non Papua Pak Marsillam, Pak Andi Mattalata, satu lagi bekas
Presdir.
MR: Pak Rozik ya
MS: Oh, bukan itu presdir waktu kontrak
SN:
Hidayat itu beberapa kali ketemu saya. Nututi, saya menghindar terus.
Saya sudah tahu itu. Kan saya tahu bahasa di Presiden kayak apa. Kan dia
tiggal begini Pak. Rahasia terjamin, Orang lain gak ada yang ikut,
Menteri pun gak tahu.
MS: Kalau tahu Pak?
SN: Kalau misal, situasi menterinya juga bisa terus, tapi juga belum tentu terus. Kalau gak terus tahu Pak bocor.
MS: Lain cerita lagi itu Pak
SN:
Karena menterinya enggak share ini. Surabaya sama presiden itu hadir di
PDIP. Dia ikut dari Papua pak. Dia lihat ada di VIP lounge, dia cari
saya. Pak Ketua saya tahu pak ketua ada di sini. Urusan Papua tolong pak
ketua. Insya Alla. Sudirman gitu. Jadi panjangan ngomongnya, bapak
presiden gini gini. Baik-baikan aja. Kalau ribut, masih muda saya
dihantam ama Darmo.
MR: Darmo ikut ke papua dia
SN: Darmo ikut ke papua?
MR: Ikut dia.
SN: Terus di pulang dia
MR: Dia sama presiden hanya sampai Surabaya. Terus menterinya pulang
SN:
Presiden itu gak hepi gara-gara itu, Dia gak gepi itu, menteri ini,
Jonan dan Bappenas. Kalau ngomong itu saya pusing Pak Ketua, sama
menteri ini.
MS: Andrinof
SN: Andrinof
MS: Terima kasih waktunya. Kita tunggu anunya aja kepastian gimana, kelanjutannya
MR: Saya bicara Pak luhut, kira-kira apa. Terus oke, kita ketemu.
SN: Harus itu pak
MR: Saya akan bilang Pak Luhut
SN:
Harus cepet. Karena kasihan beliau, Pak Luhut dikasih tanggung jawab.
Kasih tanggung jawab share holder. Gimana caranya sukses, harus cari
akal kan gitu.
MS: Tanggung jawab itu paling berat itu karyawan dan keluarganya
MR: Betul itu Pak
MS:
Kalau share holder kan duitnya banyak. Tapi karyawan itu 30 ribu lebih.
Itu kan bangsa kita semua. Kalau share holder ini tutup masa bodo amat.
MR: Dan selalu dipikir karyawan
MS:
Dan Freeport gak pernah PHK lho pak. Itu saja Pak. Pikiran saya itu
karyawan. Karena saya sudah lama masuk Papua. Saya tahu betul masyarakat
Papua.
SN: Oke Pak.
MS: Baik Pak. Terima kasih Pak Ketua. Saya duluan Pak. Makasih Pak, mari. Pak Riza makasih Pak. Mari
SN: Yuk Pak
MR: Cakep deh
Setnov Membenarkan
Setya
Novanto mengakui transkrip yang beredar itu adalah percakapan antara
dia dan bos Freeport. "Saya membenarkan ada transkrip yang beredar yang
tentu tidak utuh," kata Setya di kediamannya, Jakarta, Rabu 18 November.
Oleh
karena itu, dia menyayangkan beredarnya transkrip percakapan itu.
Sebab, ketika transkrip itu utuh, maka akan terlihat pertemuannya dengan
Freeport memiliki tujuan yang baik.
"Makanya saya agak
menyayangkan itu. Pembicaraan saya itu tujuannya baik, namun yang saya
lihat tidak tahu ya, saya juga belum lihat rekamannya," kata Setya.
Dia juga mencurigai ada maksud tertentu dalam menyebarkan transkrip pembicaraan itu.
"Saya
merasa ini kayak blackmail juga, diedar-edarkan. Saya begini juga Ketua
DPR, kok sampai tega mem-blackmail begitu. Saya enggak ngerti juga apa
motif dan tujuannya," ujar Setnov.
Sumber: liputan6.com
Thursday, 3 December 2015
Transkrip Lengkap Rekaman Setnov, Riza Chalid dan Bos Freeport
Eko Sutrisno | Thursday, 3 December 2015
No comments:
Post a Comment