Pengendara sepeda acap kali terkucilkan dari para pengendara lain. Jalan
raya adalah milik semua pengendara, siapa pun, karena ini fasilitas
umum. Namun realitanya, pengendara sepeda jarang diberikan haknya di
jalanan. Para pengguna kendaraan bermotor tidak jarang mengarahkan
jalannya ke sana kemari tak tentu arah sehingga pengendara sepeda tidak
mendapat tempat. Di Purwokerto, pemerintah membuatkan jalan
kecil di pinggir kiri yang khusus untuk pengendara sepeda dengan garis
putih sebagai batasnya. Jalan tersebut dibuat saat roda pemerintahan
masih dipegang oleh Bapak Mardjoko. Sudah hampir setahun ini jalan
tersebut dibuat. Jalur tersebut memiliki lebar yang lebih sempit dari
jalur yang berada di sebelah kanannya.
Lebarnya hanya berukuran
satu meter atau sekitar dua sepeda yang bergerak. Jalur itu tertulis
“LAJUR SEPEDA” dengan cat putih dan huruf kapital. Pemerintah memiliki
tujuan mulia dalam pembuatan jalan khusus sepeda tersebut. Pemerintah
ingin memberi hak untuk para pengendara sepeda. Pemerintah ingin
mereka merasa nyaman saat berkendara di jalanan. Bahkan pada
rambu-rambu di sebelah lampu lalu lintas pun telah tertulis, jika jalan
khusus itu tidak boleh dilalui oleh pengendara lain. Jalan tersebut
hanya ditujukan untuk sepeda dan becak atau yang sejenisnya.
Namun,
yang terjadi di lapangan sangatlah berbeda. Jalan khusus tersebut
justru sering digunakan pengendara sepeda motor yang biasanya sedang
menyalip kendaraan lain. Jalan tersebut juga digunakan sebagai area
parkir mobil atau motor, terutama apabila terdapat lapak (bangunan ruko,
toko, rumah makan dan sebagainya) di sebelah lajur sepeda. Pengunjung
akan memarkir kendaraannya di lajur khusus sepeda. Tak cukup sampai di
situ, tidak sedikit pengendara bermotor yang menyalip kendaraan lain
melalui lajur sepeda sambil mengklakson keras penyepeda yang tengah
melintasi lajur khusus itu.
Pemandangan itu tidaklah baru
terjadi kemarin namun sudah sejak lama. Pemandangan itu juga tidak
terjadi di satu tempat tetapi di banyak tempat yang terdapat lajur
sepeda. Hal tersebut tidak dilakukan satu orang saja tetapi banyak
orang. Hanya ada teguran kecil dari polisi lalu lintas yang berjaga pagi
hari, selain itu, nihil. Tidak ada yang menegur atau menyadari
apabila kejadian itu terjadi. Apa para penyalahguna itu tidak bisa
membaca tulisan yang tertera di jalur khusus itu? Atau mereka adalah
kaum buta huruf? Apa tidak ada sanksi atas penyalahgunaan tersebut?
Lantas kapan pengendara sepeda atau sejenisnya merasa nyaman dan
mendapat haknya seperti pengendara kendaraan bermotor? Lalu apa
fungsinya pemerintah menganggarkan dana guna pembuatan jalan khusus yang
sebenarnya hingga saat ini masih belum sesuai tujuan utamanya?
Sumber: liputan6.com
No comments:
Post a Comment