Masa lalu pendidikannya, tidak semulus teman-temannya, yang bisa
menikmati bangku sampai perguruan tinggi. Sebut saja Yanto (31),
pengalaman sekolahnya lompat sana sini. Semasa Sekolah Menengah Atas
(SMA), sudah tiga kali dipecat sekolah karena kelakuannya. Imbasnya,
dirasakan dia saat memasuki usia dewasa dan lulus SMA. Hanya berbekal
surat tanda lulus sekolah dari SMA swasta, Yanto kesulitan meraih
pekerjaan yang diharapkan. Selama beberapa tahun dia hanya menganggur
luntang lantung di ibu kota.
Medio 2010, berbekal informasi dari
temannya, dia mendatangi perempatan Pramuka atau kawasan bisnis
percetakan yang berada di Jakarta Pusat. Secarik kertas berlabel strata
sarjana jadi incarannya. Tidak penting, baginya program studi apa yang
akan diraih. Yang penting, kata Yanto, saat itu, dia hanya ingin mendapatkan gelar
sarjana. Dia akhirnya memilih jurusan Fakultas Ilmu sosial dari
perguruan tinggi swasta di Jakarta, setelah berbincang dengan pelaku
pemalsu ijazah.
"Waktu itu, harganya masih Rp 1,5 juta untuk
pembuatan ijazah sarjana, info dari teman, katanya mudah buatnya, enggak
perlu kuliah. Bisa langsung jadi," katanya saat berbincang melalui
telepon selular dengan merdeka.com, Sabtu pekan lalu. Menurut
pria bertato ini, saat menginjakkan kakinya di kios sekitaran perempatan
Pramuka, petugas parkir berseragam dinas sudah getol menawari pembuatan
segala macam dokumen. Tanpa berpikir panjang, Yanto, menceritakan keperluannya kepada
petugas parkir, dan tidak membutuhkan waktu lama dirinya sudah
diantarkan kepada pembuat ijazah. "Dari parkir motor saja, sudah
ditawarin sama tukang parkirnya, kayaknya sudah tahu saya mau bikin
ijazah," ujarnya tertawa.
Yanto menceritakan pengalamannya,
membuat ijazah di kios yang memiliki papan nama Jaya Abadi saat itu.
Lokasi kios berada di tengah pasar masuk melalui gang kedua deretan kios
Pramuka. Saat itu, cerita Yanto, seorang lelaki tambun menawarkan
pembuatan ijazah tersebut setelah melakukan tawar menawar. Setelah harga
sepakat ijazah mulai dikerjakan. "Cuma diminta kasih identitas
sama foto ukuran 4X6 sebanyak 4 lembar, warna hitam putih. Karena saya
datang sore, besok siangnya disuruh balik lagi," kenang bapak satu anak
ini. Sudah bergelar sarjana sosial palsu, Yanto enggan mengambil
risiko tertangkap basah dan berurusan dengan aparat hukum. Pilihannya,
dia lebih memilih hijrah ke kampung halamannya di Mojokerto, Jawa Timur
dengan berbekal surat tanda kelulusan tersebut.
Pria yang sekarang menjadi karyawan swasta ini, mengaku gelar sarjana
yang didapat dari kios Pramuka, banyak mempengaruhi tingkat kemapanan
dalam ekonomi dan kemudahan dalam mencari pekerjaan.
"Saya sudah dua kali pindah kerja, dari perusahaan pembiayaan dan sekarang di dunia asuransi di Mojokerto," katanya. Dia
mengaku hampir empat tahun menggunakan ijazah tersebut, tidak ada
kecurigaan dari teman atau pihak kantornya. bagi dia, dengan gelar
sarjana tersebut, biar tidak menjadi masalah dan tidak ada yang curiga
dengan gelar sarjananya, dia lebih baik bekerja dengan baik tanpa ada
kesalahan berat dan menghindari konflik.
Sumber: merdeka.com
Wednesday, 6 November 2013
Wow, Jadi Sarjana Bodong Cukup Sediakan Rp 1,5 juta
Eko Sutrisno | Wednesday, 6 November 2013
No comments:
Post a Comment