Lima mahasiswa UGM melaporkan hasil penelitian mitos ritual seks di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Mereka menemukan fakta bahwa wacana tentang ritual seks sengaja diciptakan oknum tertentu guna mendongkrak bisnis prostitusi. "Berdasar penelitian kami, mitos ritual seks memang sengaja diciptakan oleh beberapa oknum tertentu atau agen untuk kepentingan ekonomi," ujarTaufiqurahman, anggotapeneliti mahasiswa Fakultas Filsafat UGM, , Senin (27/6). Kelima peneliti lainnya bernama Fitriadi, Melfin Zaenuri, Rangga Kala Mahasiswa, dan Surya Aditya.
Taufiqurahman menjelaskan ada dua versi mitos yang beredar di tempat ziarah makan Samodro tersebut. Versi pertama bersumber dari juru kunci makam yang isinya menyatakan bahwa berziarah ke Makan Pangeran Samudro harus berniat lurus dan suci. "Versi penjaga makam itu melarang peziarah melakukan hal aneh-aneh seperti ritual seks," ujarnya.
Sedangkan versi ke dua bersumber dari orang luar atau oknum tertentu yang isinya justru mengharuskan adanya ritual seks bila peziarah ingin doanya terkabul. "Versi ini diwacanakan oleh pemilik warung dan jasa penginapan yang sekaligus menyediakan perempuan pekerja Seks untuk kepentingan ekonomi," ujar Taufiqurahman. Menurut Taufiqurahman, perputaran rupiah dalam bisnis prostitusi terselubung yang dibungkus dalam ritual seks tersebut tergolong besar. Dari catatannya, objek wisata Makam Pangeran Samodro di Gunung Kemukus tiap tahun menyumbang sekitar Rp 190 juta untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sragen yang salah satunya didapat dari retribusi. "Tiap tahun ada sekitar 30.000 orang yang mengunjungi makam tersebut."
Taufiqurahman menjelaskan, karena besarnya perputaran rupiah tersebut membuat wacana akan ritual seks di Gunung Kemukus akan terus diproduksi. Kemudian wacana akan hal itu terus melanggengkan praktik prostitusi yang ada. "Kami ingin melihat sejauh mana mitos yang terus diwacanakan dan disebarkan itu dapat membentuk sebuah praktik yang memengaruhi realitas sosial. Selama mitos itu terus diwacanakan, selama itu juga akan memengaruhi tindakan dan pandangan individu dan masyarakat," ujar Taufiqurahman. Taufiquraman menambahkan, apabila tidak ada wacana tandingan terhadap mitos ritual seks, maka praktik prostitusi terselubung tersebut akan semakin berkembang. Perkembangan itu dapat berimplikasi pada sosiologis seperti perdagangan manusia. "Praktik ritual seks akan semakin marak, karenanya pula kebutuhan terhadap PSK akan semakin banyak," ungkapnya.
Taufiqurahman menjelaskan ada dua versi mitos yang beredar di tempat ziarah makan Samodro tersebut. Versi pertama bersumber dari juru kunci makam yang isinya menyatakan bahwa berziarah ke Makan Pangeran Samudro harus berniat lurus dan suci. "Versi penjaga makam itu melarang peziarah melakukan hal aneh-aneh seperti ritual seks," ujarnya.
Sedangkan versi ke dua bersumber dari orang luar atau oknum tertentu yang isinya justru mengharuskan adanya ritual seks bila peziarah ingin doanya terkabul. "Versi ini diwacanakan oleh pemilik warung dan jasa penginapan yang sekaligus menyediakan perempuan pekerja Seks untuk kepentingan ekonomi," ujar Taufiqurahman. Menurut Taufiqurahman, perputaran rupiah dalam bisnis prostitusi terselubung yang dibungkus dalam ritual seks tersebut tergolong besar. Dari catatannya, objek wisata Makam Pangeran Samodro di Gunung Kemukus tiap tahun menyumbang sekitar Rp 190 juta untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sragen yang salah satunya didapat dari retribusi. "Tiap tahun ada sekitar 30.000 orang yang mengunjungi makam tersebut."
Taufiqurahman menjelaskan, karena besarnya perputaran rupiah tersebut membuat wacana akan ritual seks di Gunung Kemukus akan terus diproduksi. Kemudian wacana akan hal itu terus melanggengkan praktik prostitusi yang ada. "Kami ingin melihat sejauh mana mitos yang terus diwacanakan dan disebarkan itu dapat membentuk sebuah praktik yang memengaruhi realitas sosial. Selama mitos itu terus diwacanakan, selama itu juga akan memengaruhi tindakan dan pandangan individu dan masyarakat," ujar Taufiqurahman. Taufiquraman menambahkan, apabila tidak ada wacana tandingan terhadap mitos ritual seks, maka praktik prostitusi terselubung tersebut akan semakin berkembang. Perkembangan itu dapat berimplikasi pada sosiologis seperti perdagangan manusia. "Praktik ritual seks akan semakin marak, karenanya pula kebutuhan terhadap PSK akan semakin banyak," ungkapnya.
No comments:
Post a Comment