Misteri dan Sejarah Jalan Dr Angka Purwokerto

12.53.00

Setiap melintasi Jalan Dr Angka di tengah kota Purwokerto, selalu terbersit sebuah pertanyaan. Siapakah dokter itu sehingga namanya harus diabadikan sebagai nama ruas jalan cukup utama di Purwokerto? Terlepas dari nama dokter itu sendiri yang terdengar cukup aneh, karena dapat diartikan sebagai satuan hitung dalam matematika. Sekali menyebut Jalan Dr Angka, hampir seluruh masyarakat yang mengenal Kota Purwokerto selalu mengasosiasikannya pada beberapa pusat hiburan malam dan hotel yang berdiri di jalan itu. Kala malam hari, jalan itu menjadi tujuan utama para pemuda Purwokerto menghabiskan malamnya pada cafe-cafe dan juga karaoke. Mengacungkan segelas air kehidupan , para pemuda itu memberikan nyawa yang berbeda pada Jalan Dr Angka. Tak tinggal pula dentum suara musik berirama kencang ikut menggetarkan jalan itu.


Namun di komplek pekuburan Pasarean Kaboetoeh, Kecamatan Sokaraja, Banyumas, pemilik nama itu bertepekur sunyi dalam sebuah nisan yang masih terawat bersih. Sebuah plakat namanya yang sangat sederhana, ditempatkan pada sisi paling bawah dari bangunan nisan. Di sini lah kakek kami disemayamkan, ujar Prastowo (62), Minggu (18/5) sore, sekitar pukul 16.00. Bersama Prastowo, hadir pula para cucu dari pendiri Boedi Oetomo yang didirikan pada 1908. Kesunyian dalam persemayaman dokter itu ternyata menyimpan sebuah cerita sejarah yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia, yaitu sebuah ikrar Kebangkitan Nasional yang usianya mencapai satu abad pada 20 Mei besok.

Prastowo menuturkan, mungkin sebelumnya tak ada yang mengenal siapa dokter Angka itu. Dalam buku Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa pun, nama dokter itu juga tak pernah dilekatkan sebagai pendiri Boedi Oetomo, selain Wahidin Soedirohoesodo, Raden Soetomo, dan Goenawan Mangoenkoesoemo.
Kalau selama ini hanya tiga orang itu yang disebutkan, itu kan hanya persoalan politis, ujar Prastowo tanpa menjelaskan apa alasan politis tersebut. Namun dalam Paguyuban Pengemban dan Penerus Cita-Cita Boedi Oetomo, Prastowo mengatakan, para cucu Boedi Oetomo bersepakat akan terus berusaha mengemban cita-cita para pendiri Boedi Oetomo yang terdiri dari sembilan dokter yang bersekolah di Stovia, Batavia.

Kesembilan dokter itu adalah ketiga pendiri Boedi Oetomo yang telah dikenal luas, Radjiman Wedyodiningrat dan Soeradji Titonegoro yang pekuburannya dapat ditemukan di DI Yogyakarta , Mochamad Soelaiman di Purworejo, Goemberg dan Angka di Banyumas, beserta Sardjito di Ambarawa.
Selain sebagai pendiri, peranan Angka sendiri dalam kepengurusan pertama Boedi Oetomo, menurut dr Sudarmadji, cucu Angka lainnya, adalah sebagai seksi bendahara. "Dalam kepengurusan Boedi Oetomo, Angka menjabat sebagai seksi bendahara,"ujarnya.

Namun sebagai orang yang rendah hati, Sudarmadji menuturkan, kakeknya yang memiliki nama lengkap Anggoro Kasih itu tak pernah ingin didaftarkan sebagai pahlawan. "Namun sebagai cucu, saya ingin semangatnya tetap hidup," katanya. Selama ini, lanjutnya, semangat Boedi Oetomo telah terbenam dengan berbagai macam kepentingan politis. Hingga usianya yang satu abad pada tahun ini pun, semangat Boedi Oetomo masih juga ditunggangi untuk kepentingan politik tertentu. "Hanya pada 1948, semangat Boedi Oetomo dibangkitkan oleh Presiden Soekarno sebagai Kebangunan Nasional. Baru pada 1950, diubah lagi menjadi Kebangkitan Nasional," katanya.

Adanya paguyuban yang beranggotakan para cucu pendiri Boedi Oetomo ini, menurut Sudarmadji, semangat Boedi Oetomo berusaha dibangkitkan kembali. Sebuah semangat yang bukan mengedepankan hingar bingar kehidupan malam di Jalan Dr Angka. Bukan pula semangat yang membuai para pemuda menjadi mabuk pada mimpi semu sebuah kehidupan hura-hura. "Tapi sebaliknya, sebuah semangat untuk membangun bangsa. Sebuah semangat kebangkitan nasional, yang bisa dimulai dari mendirikan perpustakaan kecil di desa dan juga semangat untuk bangkit sebagai nasionalis sejati," tuturnya.

Sumber: kompas.com

Share this :

Previous
Next Post »

close
close