“Kalau saya sih dari pada ayam goreng kota lebih suka ayam goreng
dadakan di Baturaden (sebelah lapangan parkir). Ayamnya hanya akan
dipotong kalau kita order ayam goreng dan makannya pakai sayur kamijara,
duduk di lincak. Seperti di kampung tenan”, demikian kata Setyaji,
alumnus Unsoed Purwokerto tentang kuliner kenangan di Purwokerto yang
dimuat dalam millist alumni. Ya, salah satu khasanah kuliner legendaris di Purwokerto adalah
warung makan ayam goreng ndadak di Baturaden. Gambaran tentang warung
makan ini seperti kata Atik teman Setyaji ini :
“Iyaaa….. saya juga suka ke situu…. tempatnya bukan bentuk warung kan? Tapi wujud rumah Jawa, yang masak ya mboke tanpa pelayan profesional. Murni di rumah. Masaknya pake
tungku kayu bakar, bisa duduk sambil berdiang di depan api. Kalaupun
duduk di kursi, kursinya dan mejanya panjaaang.. bentuk meja kursi di
rumah Jawa di kampung itu looh… Asyik memang. Selain ayam, biasanya
oseng2 yang sangat kampung seperti toge item, tempe kedele item, oseng
kangkung pake tempe bosok. Bisa pesen pete goreng”.
Sudah bukan rahasia, Purwokerto memiliki kawasan wisata alam terkenal
Baturaden, yang jaraknya sekitar 17 kilometer dari pusat kota menuju
arah Gunung Slamet, di sebelah utara Purwokerto. Nah di Baturaden ini
ada warung makan yang tempatnya di rumah biasa, dengan menu spesial ayam
goreng kampung. Uniknya, ayam goreng langsung dibuat mendadak kala
pesanan datang. Makanya dinamakan warung makan ayam ndadak. “Maksudnya, ndadak motong, ndadak goreng, dan ndadak bikin sambal,” ujar Ibu Patin (56) pemilik rumah makan ini.
Rute ke rumah makan ini, sesampai di terminal Baturaden, Anda belok
kiri ke arah sedikit ke utara-barat, sekitar 200 meter ada sebuah ruma
kayu berwarna hijau, agak masuk ke gang (buntu) di depan hotel kecil.
Tepatnya di belakang RM Pringsewu, depan hotel Argo Mulyo. Tidak ada
papan nama atau spanduk, namun kalau kita bertanya pada warga sekitar
dipastikan mereka tahu. Ide menjual ayam ndadak ini, awalnya di tahun 1981, saat
Baturaden mulai banyak dikunjungi wisatawan untuk berlibur. Karena letak
kawasan ini di kaki gunung Slamet yang dingin, makan masakan yang pas,
pastilah yang fresh dan hangat, terang Ibu Patin. Oleh karena itu, ia
pun lantas berpikir untuk menjual masakan yang bisa disantap
hangat-hangat pula.
Sebetulnya yang dibuat Patin sederhana saja, hanya ayam goreng dan
sambal cobek yang disantap dengan nasi hangat dan lalapan segar. Namun
kalau jadi demikian laris, tak lain karena ada Patin yang demikian ramah
pada para pelanggannya. Untuk menyantap sajian ini pun, Patin
membiarkan seluruh bagian rumahnya mulai dari ruang tamu hingga ruang
tengah menjadi tempat makan. Di atas bangku dan meja kayu panjang (kursi risban), situasi di
pedesaan akan langsung terasa jika datang ke sini. Pertama, Patin tak
pernah bertanya apa yang diinginkan pembeli, pasalnya, hanya ada satu
menu saja yang dijual ibu berbadan tinggi ini. Kedua, meski dibuat
ndadak, jika pembeli sedang banyak-bvanyaknya, Patin biasanya sudah
menyiapkan ayam yang sudah diungkep bumbu ini untuk siap digoreng. “Soalnya kalau pembeli lagi banyak, saya sudah siapkan ayam yang siap
digoreng,” jelasnya. Ayam yang dibuat Patin, hanya ayam kampung.
Setelah dicuci bersih, ayam potong dan diungkep dengan kunyit, salam,
sereh, jahe, bawang putih, kemiri, ketumbar dan kunyit.
Lalu Patin memasaknya di dalam panci yang dimasak di atas tungku
batu. Biasanya masyarakat Jawa Tengah menyebutnya pawon. Setelah empuk,
ayam siap digoreng. Sambil menunggu ayam digoreng, biasanya Patin
menyiapkan sambal ndadak yang dibuatnya dari cabe merah gula merah,
bawang putih, terasi dan sedikti garam. Setelah diulek di atas cobek,
Patin akan menyiramkan sedikit minyak jelantah dari penggorengan ayam. Aromanya? Sangat menggiurkan. Ayam disajikan dalam piring, di satu
hidangan ada dada, paha, sayap, ceker, dan bagian-bagaian ayam yang
dipotong kecil. Silahkan disantap sesuai selera. Pembeli cukup membayar
berdasarkan potongan ayam yang disantap. Sementara nasi, sambal dan
lalapannya, serta menu lain seperti pete goreng dan mendoan dihargai
paketan. “Ayamnya saya hitung dari yang tersisa di piring saja,” tandas
patin.
Jika datang berdua, biasanya Patin memnyajikan sekitar 6 sampai 8
potong ayam. Satu orang, tak terasa bisa menghabiskan sekitar 3 potong
ayam sekali makan, terang Patin. Bagaimana komentar pengunjung? Diana, seorang penggemar kuliner, di
kaskus.co.id bilang “Hmmm … masakan aseli desa; nasi putih pulen, ayam
kampung goreng -ayam kampungnya pun bukan ayam potong tapi ayam piaraan,
rasanya lebih ‘natural’-, oseng-oseng kangkung, pakis, ceriwis ndesa
asli!, sambel ulek kasar, lalapan pete goreng, tempe-tehu goreng,
mendoan, minumnya teh tubruk yang airnya dimasak dengan kayu bakar,
sangit-sangit zedaaaaappp!! Paling manteb makan siang setelah jalan2 di
Baturaden, trus mandan mendung!! Mhhh..!! Nyamleng!!!”.
Crew Banyumsnews.com sendiri sudah sering menyambangi ayam goreng ndadak Baturaden ini.. dan masih tetap ingin datang ke sana lho.
Dan dari ketenarannya saat ini, rupanya ayam goreng ndadak Baturaden
Mbok Patin sudah menjadi legenda sendiri alias kuliner legendaris dalam
khasanah kuliner Banyumas.
Friday, 30 January 2015
Ayam Ndadak, Kuliner Legendaris Di Baturaden Purwokerto
Eko Sutrisno | Friday, 30 January 2015
No comments:
Post a Comment