Pakar kegunungapian, Surono, memastikan bahwa Gunung Slamet yang
meliputi Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, dan Brebes,
Jawa Tengah, tidak membentuk kubah lava.
"Buktinya masih ada semburan (sinar api dan lontaran lava pijar).
Apakah ada bukti visual kalau ada kubah," katanya saat dihubungi ANTARA
dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Menurut dia, semburan material atau lava pijar yang masih sering
teramati menunjukkan bahwa saluran atau lubang letusan Gunung Slamet
tidak tersumbat.
"Bila tidak tersumbat, maka tidak ada sumbat lava karena hanya lava
yang membeku dapat menyumbat saluran letusan," kata Kepala Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu.
Ia mengatakan bahwa sumbat lava yang besar dapat disebut sebagai kubah lava.
Dengan demikian, kata dia, kubah lava kecil kemungkinan atau dapat dikesampingkan ada di dalam kawah Gunung Slamet.
"Keberadaan kubah lava hanya dapat dikenali secara visual, terlihat.
Kubah lava itu kenyataan, bukan berandai-andai atau kira-kira. Bila ada
kubah lava, pasti saluran letusan tertutup, lakon Slamet akan beda,"
kata pria yang akrab dipanggil Mbah Rono itu.
Dia mengaku sangat sedih ketika mendapat pertanyaan dan pemberitaan
media massa yang menyebutkan bahwa magma di Gunung Slamet sudah dekat
permukaan kawah, sehingga bisa masuk ke sungai-sungai yang ada di
sekitar gunung tertinggi di Jateng itu.
"Memangnya magma seperti air, meluber dan mengalir melalui lembah atau sungai-sungai," katanya.
Ia mengatakan bahwa magma merupakan batuan cair seperti silika sehingga wujudnya kental.
"Kalau luber (hanya) di kawah Slamet, tidak mengalir dan yak-yakan
(menelusuri) di sungai. Waduh jan, saya ikut malu karena Republik
Indonesia punya gunung api terbanyak di dunia, tapi masih ada yang
membayangkan magma seperti air," ujarnya.
Lebih lanjut, Surono mengatakan bahwa berdasarkan data Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi di Pos
Pengamatan Gunung Api Slamet, Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari,
Kabupaten Pemalang, pada hari Kamis (4/9), pukul 18.00--00.00 WIB, cuaca
Gunung Slamet terang dan anginnya tenang, sehingga dapat teramati 41
kali sinar api dengan ketinggian 100--250 meter, 14 kali lontaran lava
pijar setinggi 100--200 meter dari puncak, dan terdengar tiga kali suara
dentuman dan terekam adanya tremor menerus.
Sementara pada hari Jumat (5/9), pukul 00.00--06.00 WIB, cuaca
Gunung Slamet terang dan anginnya tenang, sehingga dapat teramati
embusan asap putih tipis dengan ketinggian 50--100 meter dari puncak.
Selain itu, teramati 43 kali sinar api dengan ketinggian 100--300
meter dari puncak dan tujuh kali lontaran lava pijar setinggi 100--200
meter dari puncak, serta terdengar satu kali suara dentuman dan tiga
kali suara gemuruh, sedangkan kegempaan terekam satu kali gempa vulkanik
dalam dan tremor menerus.
"Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa status Gunung
Slamet tetap Siaga, sehingga masyarakat tidak boleh beraktivitas dalam
radius 4 kilometer dari puncak. Bagi masyarakat yang bermukim dan
beraktivitas di luar radius tersebut diimbau agar tetap tenang dan
beraktivitas seperti biasa," kata Surono.
Disinggung mengenai data pengamatan beberapa hari sebelumnya yang
tidak menyebutkan adanya sinar api dan lontaran lava pijar, dia
mengatakan bahwa hal itu kemungkinan tidak teramati karena Gunung Slamet
tertutup kabut atau kejadiannya pada siang hari sehingga tidak tampak
ada sinar api.
"Demikian pula dengan suara gemuruh dan dentuman dapat terdengar
jelas pada malam hari, tetapi kalau siang hari tidak terdengar karena
bising," katanya.
Sumber: antaranews.com
No comments:
Post a Comment