--> Cerita Nyata Di Hari Valentine | EkoDoc

Blog Tentang Berita, Tips Trik, K-pop, Agama Kristen

Thursday, 13 February 2014

Cerita Nyata Di Hari Valentine

| Thursday, 13 February 2014
Ini adalah ceritaku dihari Vanlentine. Waktu itu adalah musim liburan kuliah dan saya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Pada tanggal 11 Februari 2012, saya kembali memberikan diri untuk pulang ke kampung halaman menaiki sepeda motor yang saya miliki. Perasaan suka duka hidup di Jakarta bercampur aduk, mengisi dan menggumpal di dalam pikiran. Masih terasa seperti waktu pulang liburan kemarin. Ah ! hebat nian ban sepeda motor ku ini. Segaris garis demi garis cat putih pun terlahap dengan cepat nya. Melaju kencang, antara ekspresi penat dengan rasa suka bercampur. Ku terus melaju dan melaju hingga tiba di daerah Bekasi. Hebat sekali kota ini. Tatanan taman yang sempat ku lihat nya membuat hati pikiran lepas sekejap.

Tak lama aku mengisi bensin. Dengan nada datar saat giliran tangki besi motor harus di isi aku hanya bilang “Full pak”. Petugas pom “penuh..??”, “iya, pak”. Setelah tangki besi terisi penuh, dengan semangat saya kembali memacu kendaraan merah ke jalanan. Hmmm…. Terasa capek memang. Coba anda bayangkan, duduk di atas jok dengan tas ransel besar yang berada di depan di temani dengan tas hitam kotak yang berisi laptop. ‘Mengawasi’, fokus pandangan ke depan, berjam-jam menahan kosentrasi, rasa pegal di pergelangan, serta panas di bagian ‘pantat’. Hmm…

Kota Bekasi, Karawang, Inderamayu ku lewati. Tanpa terasa bensin yang membajiri isi tangki pun telah habis. Hingga saat putaran ke dua untuk mengisi bensin. Kali ini badan sudah terasa pegal, capek, lelah, dan yang pasti kantuk. Untung saya punya penawar. Coba apa tebak..? yapz, betul. Penawar itu bentuk nya kecil, mudah di kantongi dan biasa di jual seharga 50 perak. Permen !

Bensin putaran ke dua sudah hampir habis, tanpa terasa jalur lebar nan panjang kota Cirebon pun hampir selesai ku telan. Tinggal beberapa kota yang ‘lebih kecil’ lagi ; Losari, Brebes, Tegal, Pemalang dan kota tujuan Pekalongan.

Masa bodoh dengan memacu, badan sudah tidak bisa di ajak kompromi lagi. Akhirnya saya memutuskan untuk break, behenti sejenak untuk beristirahat. Hmm… sejuk tenan aliran udara yang menampar di wajah ku. Di samping sesawahan Cirebon yang luas, terdapat beberapa angkringan warung yang di bangun dengan bambu pilihan. Rangkaian bambu yang ‘apik’ dengan sambutan penjual yang hangat, serta tamparan udara sejuk di tengah panas nya jalan raya, membuat rasa lelah penat ini sedikit demi sedikit mereda. Angkringan ini menyediakan beragam jenis minuman dan juga makanan ringan dan dapat anda jumpai di sepanjang deretan jalan.

Badan sudah mulai agak baikan, ku putuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali. Detik demi detik, menit demi menit, hingga angka-angka jam pun berebut dan berlomba menampakkan dirinya. Ku tekan tombol call dan kulihat handphone hitam jelek bernama C2-03. Ternyata sudah menunjukkan pukul 12.36 WIB. Sudah sekitar 6 jam setengah ku berjuang. Kini tinggal hitungan beberapa jam lagi saya harus melahap jalanan.

Dan akhirnya, “Selamat Jalan Kota Cirebon”. Hahhh…..lega sangat hati ini. Kota panjang nan luas bak naga ini pun pun berhasil ku lewati. Dan sekarang tiba di kota Losari. Kota ini menambah semangat baru yang menempa pori-pori kulit saya. “Ah! Sudah dekat ini” (pikir ku dalam hati)

Tak lama kemudian aku sampai di kota Brebes. Yapz ! kota ini mulai melegakkan sumbek nya perasaan yang ada di pikiran saya. Sempat ku lihat kijang pick up (terbuka) yang membawa gerombolan bawang merah, teriakan anak-anak di pinggir jalan, dan juga etalase-etalase toko di pinggir jalan dengan hiasan bulat berwarna putih agak kebiruannya (telur asin Brebes). Beda saat berada di Jakarta yang tiap hari hanya memandang pemandangan gedung dan sekerumuman orang dengan kepentingan nya masing-masing.

“Selamat Datang di Kota Bahari”

Kota Brebes telah habis, kini tiba di kota Tegal. Wahh….tapi ko jadi lumayan bingung ya saya disini. Hehe jalannya udah mulai agak lupa.. :D ku lihat sebuah percabangan jalan “Tegal Pelabuhan (arah kiri)” dan “Tegal Kota (sebelah kanan)”. Ku ambil yang jalan seberang kanan, karena waktu itu saya berpikir, mau ngapain ke ‘Tegal Pelabuhan’ ? Agak was-was juga sih memang.

Di kota yang penuh kenangan ini ku coba lewati dengan hati riang aja, kenapa tidak coba bayangkan ? ada seorang remaja yang saat ini berusia 21 tahun dan baru pertama kali menjalani kisah cinta nya. Dia hanya ingin menjaga komitmen dan tetap setia. Namun sang kekasih pergi menginggalkan nya begitu saja, bertunangan dengan orang lain dan akhirnya menikah. Hmmmm… tapi sudahlah ! itu sudah lama, dan gak penting lagi untuk di ceritakan.

Tak lama kemudian, saya hampir sampai di perbatasan Tegal-Pemalang. Ku sempatkan waktu sejenak untuk mampir di pantai nya Tegal – Pantai Alam Indah. Hmm…. Sebuah pantai yang tak asing terdengar di telinga. Pantai wisata dengan pemandangan yang luar biasa ini, mampu menghilangkan sedikit penat selama perjalanan. Di sini anda dapat menjumpai seekor ubur-ubur putih yang terlihat indah di sepanjang pantai. Selain itu, keramahan penjaja makanan dan minuman serta ke khasan bahasa jawa-Tegal yang ‘unik’ akan memberikan sensasi tersendiri buat anda. Di tambah lagi tempat nya yang rindang dan sejuk.. hmm…. J

Ku cicipi mie ayam dan sepiring nasi di sini, di temani dengan minuman rakyat (es teh) yang segar. Mantaph ! nian rasa nya. Tak lama setelah selesai makan, hmmm tamparan angin yang melewati wajah kusut ini membuat mata terasa kantuk. Hingga akhirnya aku terbaring dan tertidur sesaat. Tak kurang dari 1 jam ku menikmati pemandangan ‘bahari’ di kota Tegal.

Sekitar pukul 13.34 WIB kulanjutkan kembali perjalanan. Dengan hati ‘lepas’ dan rasa penat yang mulai mereda, perjalanan pun terasa berbeda. Ku tunggangi motor merah buntut ber Inisial “V” yang ku dapat saat kelas XI SMA ini dengan lebih hati-hati. Mengingat perjalanan tinggal hitungan ratusan menit.

“Pemalang Ikhlas”

“Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)”… ucap ku dalam hati. Puji syukur ku panjatkan kehadirat-Nya yang telah memberikan nikmat tak terhingga. Hingga sampai detik ini aku masih diberi kesempatan hidup dan dapat menghirup udara segar. “Pemalang Ikhlas”, itu yang teringat pertama kali saat melihat papan sambutan ini. “Tegal Kota Bahari” – mungkin benar apa yang di katakan oleh ‘Pemalang Ikhlas’, bahwasanya anak remaja 21 tahun itu harus benar-benar ikhlas melepaskan kenangan di ‘Kota Bahari’ nya.

“Pekalongan Kota Santri”

Inilah saat yang di tunggu-tunggu dalam beberapa jam yang lalu. Masih teringat saat hendak bangun, rasanya begitu malas dan sungkan. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 04.40 WIB dan sudah menandakan waktunya sholat subuh. Rasa enggan begitu menyelimuti. Namun akhirnya aku berhasil memenangkan pertarungan itu tepat pukul 04.56 WIB. Sebuah angka yang fantastis memang. Yaph ! aku terbangun, bergegas mandi, dan segera menunaikan ibadah sholat subuh. Tak lupa, setelah itu saya mengecek kembali barang-barang yang telah di persiapkan sebelumnya di malam hari. Selesai mengecek dan membersihkan kamar, saya bergegas menuju ke rumah ibunda. Tak lupa berpamitan dengan ibu dan bapak kos. Jarak antara tempat kos saya dengan rumah bunda tidak terlalu jauh, mungkin cuma sekitar 15 menit perjalanan naik motor bila tidak macet. Akhirnya saya tiba di tempat bunda sekitar pukul 05.36 WIB. Menunggu bunda membelikan nasi untuk sarapan…. Hahhh…. tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 05.55. Sudah hampir jam 6 pagi, akhirnya ibu pun datang membawa sebungkus nasi dengan ‘cinta’ nya. Yaph ! rasa cinta, kasih, serta perhatiannya lah yang lebih penting. Selesai sarapan pagi, wah….ternyata gelap awan sudah mulai di sinari oleh bintang besar yang menampakkan dirinya dari ufuk timur. Pagi sudah mulai terang. Aku berbegas dan mulai berpamitan dengan bunda. Perjalanan di mulai sekitar pukul 6 pagi.

******

Akhirnya sampai juga di kota kelahiran tercinta – Pekalongan. Pekalongan merupakan sebuah kota kecil yang terletak di daerah Jawa Tengah. Tepat nya di tengah perjalanan Jakarta-Semarang, di antara kota Pemalang dan Batang. Pekalongan memiliki beberapa julukan, antara lain ‘kota batik’, ‘kota santri’ dan ‘kota megono’. Dinamakan kota batik, karena daerah Pekalongan memang sebagian besar warga nya berkecimpung dalam usaha industri rumah tangga seperti konveksi, yang menjahit beragam jenis kain sarung, pakaian muslim/muslimah dan masih banyak lagi dengan motif batik. Kota santri adalah julukan kota Pekalongan yang sebenarnya. Kota santri memiliki arti – ‘Santun, Aman, Nyaman, Tentram, Rapi, Indah’. Sedangkan kota megono hanyalah julukan ‘kedua’ dari kota ini. Megono adalah nama makanan yang terbuat dari buah ‘cecek’ yang di potong-potong menjadi kecil hingga lembut. Biasanya kebanyakan warga Pekalongan menyantap nasi megono untuk sarapan di pagi hari. Nasi megono akan terasa lebih lezit bila di temani dengan sambal, tempe goreng dan krupuk. Terdengar sederhana memang. Namun jujur saja, kenikmatannya tiada tara bila dibandingkan dengan sushi atau makanan-makanan ‘aneh’ yang sering ku jumpai di sekitar tempat kos. Hmmm….kangen juga sudah hampir 2 tahun gak makan nasi megono sambel.. J

********

Sekali lagi ku ucap syukur “Alhamdulillah.” Setelah 9 jam berjuang dalam perjalanan menaiki motor ‘lawas’ yang ku dapat saat kelas 2 SMA, menahan rasa kantuk, pegal, lelah, penat akhirnya sampai juga di tempat yang kurindukan – kampung halaman tepat pada pukul 15.12 WIB. Perjuangan masih tetap harus ku bela selama 2-3 tahun ke depan. Merantau, menuntut ilmu guna menjadi insan manusia yang berguna. Meski di tengah hiruk-pikuk nya kota Jakarta yang terkenal lebih kejam daripada ibu tiri. Insya Allah bila masih di beri kesempatan, saya akan menceritakan perihal mengenai ibu tiri saya.

“Tak ada kata yang lebih indah daripada syukur
Tak hal yang lebih hangat daripada kebersamaan
Kebersamaan dan syukur akan membawakan ‘kehidupan’
Namun ‘kehidupan’, tak selamanya akan membawakan syukur dan kebersamaan”

Related Posts

No comments:

Post a Comment