Sederet nama beken pedangdut tanah air selalu hadir saat penutupan
kampanye pada pemilihan umum presiden, kepala daerah, atau legislatif.
Pada pemilihan gubernur Jakarta, Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli tidak tanggung-tanggung mendatangkan 25 artis dangdut ibu kota, termasuk Jaja Miharja. Jaja
bahkan menciptakan beberapa lagu buat menyokong pasangan Foke-Nara
menang satu putaran, yakni Jaja Kepilih Lagi, Kita Terusin, Yu Ngiri,
Awas, dan Udah Denger Belum. Semua lagu ini dia bawakan saat pasangan
itu berkampanye. Hal sama mulai marak lagi seiring akan
digelarnya pemilihan parlemen dan presiden. Aktris dangdut pantai utara
Jawa Barat, Diana Sastra, didaulat untuk membawakan satu lagu berjudul
Dahlan Style untuk mengkampanyekan pencalonan Dahlan Iskan.
Diana Sastra mengaku ada keuntungan lebih saat manggung dalam pentas
politik. Bukan sekadar laba materi, tapi menjadi semakin terkenal.
Karena massanya biasanya ribuan, katanya. Dia bercerita awal
bergoyang di panggung politik. Dia pertama kali manggung saat kampanye
pemilihan umum 1997. Dari sana, kariernya menanjak lantaran massa datang
berjubel. Dulu hanya sebagai pemain pendukung, sekarang jadi pemain
intinya, ujar Diana. Pertama kali manggung di kampanye terbuka, dia
hanya dibayar Rp 35 ribu. Saat ini untuk sekali pentas paling
tidak partai atau calon anggota legislatif harus mengeluarkan kocek Rp 6
juta sampai Rp 25 juta. Sebab biduan tidak mendapatkan saweran dari
penonton.
Beda lagi kalau pakai grup dangdut, itu harga untuk
sendiri, katanya. Diana mematok harga lumayan tinggi karena saat
manggung dengan satu partai, partai lain tidak akan menggunakan jasanya. Diana
mesti cerdik untuk menggaet massa biar mereka tidak fokus kepada
dirinya, namun terhadap partai atau calon legislatif sedang berkampanye.
Biasanya saya cari tahu dulu visi dan misinya, nanti saat nyanyi visi
dan misinya diselipkan dalam lagu, ujarnya. Memasukkan pesan
kampanye, kata perempuan kelahiran Cirebon, ini dilakukan tanpa diminta
oleh partai atau kandidat. Saya tidak pernah diminta, saya terima
rezekinya, ya otomatis saya akan suarakan sendiri, katanya. Berpentas
buat sebuah partai membuat dia dianggap sebagai pendukung partai itu.
Label itu bakal menempel hingga pemilihan selesai. Padahal saya bekerja
secara profesional. Biasanya kalau saya sudah manggung dengan partai A,
partai B tidak mungkin mengundang, ujarnya.
Sekretaris Jenderal
Persatuan Artis Musik Melayu-Dangdut Indonesia Waskito mengakui artis
dangdut masih dijadikan pengumpul massa saat kampanye berlangsung. Order
manggung untuk kampanye selalu membludak, bahkan sudah sangat padat,
terutama untuk artis dangdut papan atas, ujarnya saat berbincang. Dia
mengakui berbagai grup dangdut atau artis mempunyai kedekatan dengan
partai. Seperti Soneta saat ini akan manggung dengan Partai Kebangkitan
Bangsa, Kaliza dengan Golkar, dan Yuyus dengan Partai NasDem. Meski begitu, dia menegaskan, mereka tetap independen dan profesional.
Sumber: merdeka.com
No comments:
Post a Comment